Membina Suasana Belajar Yang Menyenangkan Dalam Proses Pembelajaran Di Lembaga Diklat

Kabupaten Banyumas

Di era belajar sekarang penciptaan suasana belajar yang menyenangkan mutlak diperlukan, karena belajar sekarang harus dilakukan secara simultan, artinya dengan melibatkan seluruhtubuh dan seluruh pikiran secara verbal, non verbal, rasional, emosional, fisik dan intuitif pada saat yang bersamaan dan harus dilakukan dalam lingkungan belajar yang positif, artinya bahwa pembelajar akan dapat belajar secara optimal  apabila dilakukan dalam lingkungan fisik, emosi dan sosial  yang positif, yaitu lingkungan yang tenang sekaligus menggugah semangat. Adanya rasa keutuhan, keamanan, minat dan kegembiraan.

Oleh : Drs. Joeliono Widyaiswara pada Kantor Diklat Kabupaten Banyumas

Revolusi dalam belajar pada abad-21  mengalami perubahan dan perkembangan yang sedemikian pesat sejalan dengan perubahan jaman yang semakin tidak menentu dan sulit diramalkan. Pada abad-19 sampai pada awal abad-20 pembelajaran cenderung bersifat lambat, tidak efektif, segala sesuatunya terstandarisasi dan proses pembelajaran lebih bersifat kognitif dan verbal. Pembelajaran lebih diposisikan sebagai konsumen, titik berat pada prestasi individu dan fasilitator ditempatkan sebagai pelaksana program yang bersifat top-down, terjadi pengkotak-kotakan, mekanistis  dan pembelajar lebih banyak diarahkan pada tugas-tugas yang bersifat rutin dan monoton.

Pada abad -21 yang ditandai dengan perubahan yang begitu cepat dan ”unpredictable” terutama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), sehingga mendorong para pakar di bidang pendidikan dan pelatihan untuk menyadari sekaligus berfikir keras untuk menciptakan metode dan pendekatan dalam pembelajaran sehingga dapat menghasilkan seorang pembelajar yang mampu mengantisipasi dan menghadapi perubahan dan tantangan jaman.

Di era baru ini pembelajar diharapkan menjadi seorang yang penuh kreativitas, inovatif dan mandiri sehingga mampu untuk menghadapi perubahan-perubahan. Tujuan pendidikan dan pelatihan bukan untuk menciptakan manusia pembelajar yang hanya mampu mengatasi masalah secara ”naluriah” terhadap pekerjaan yang berifat rutin dan monoton, tetapi diharapkan mampu mencetak SDM aparatur yang peka terhadap perubahan dan tantangan, sekaligus mampu melakukan perubahan (change) yang bersifat sistemik.

Sejalan dengan tuntutan perubahan sebagaimana telah penulis paparkan, maka dalam proses belajar juga mengalami perubahan yang sangat mendasar dan membutuhkan penciptaan suasana belajar yang positif. Sudah tidak memungkinkan lagi proses belajar dilakukan dalam suasana yang kaku, penuh persaingan secara individual, hubungan fasilitator dengan peserta terbina seperti hubungan guru dan murid, pembelajar sudah tidak lagi dipandang sebagai konsumen yang pasif yang harus menerima informasi dari seorang fasilitator tetapi sebaliknya pembelajar harus menjadi inovator.

Maka melihat revolusi dalam belajar tersebut, banyak pakar mulai  mengungkapkan ide yang merupakan simpulan dari hasil beberapa penelitian yang dilakukannya bahwa di era baru ini proses belajar harus dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan.

Dari gambaran keadaan diatas, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana membina suasana belajar yang menyenangkan sehingga akan menunjang keberhasilan dalam pencapaian target pembelajaran dalam penyelenggaraan diklat.

Penciptaan suasana yang menyenangkan tidak dapat dimaknai bahwa dalam proses belajar harus dilakukan dengan penuh keseriusan yang berlangsung terus-menerus selama pembelajaran. Tetapi ada waktu dan tempat yang harus benar-benar serius, tdtapi ada waktu dan tempat lain yang harus terbangun suasana yang menyenangkan.

Dave Meier (2002) mengatakan bahwa ”kegembiraan” bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura. Ini tidak ada hubungannya dengan kesenangan yang sembrono dan kemeriahan yang dangkal. Namun kegembiraan ini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, dan terciptanya makna, pemahaman, nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Itu adalah kegembiraan melahirkan sesuatu yang baru. Dan kegembiraan ini jauh lebih penting untuk pembelajaran dari pada segala teknik atau metode atau medium yang mungkin dipilih untuk digunakan.

Selanjutnya dikatakan pula bahwa kegembiraan belajar itulah yang sering merupakan penentu utama kualitas dan kauntitas be;ajar yang dapat terus dilangsungkan.

JPG. Sianipar dan Suwaris (2006) secara gamblang memberikan penjelasan bahwa suasana diklat yang menyenangkan adalah suatu keadaan yang dikondisikan untuk membuat peserta diklat senang menerima dan merespon pelajaran atau melakukan serangkaian pengalaman belajar yang telah dirancang untuk mencapai kompetensi yang dibutuhkan dalam kehidupan nyata. Pendapat diatas didasarkan hasil penelitian mutakhir tentang belajar dan otak, mengindikasikan bahwa belajar bukan semata-mata aktivitas kognitif dan verbal, tetapi belajar yang paling baik harus melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi. Dengan perkataan lain belajar yang baik bukan hanya melibatkan otak kiri (kecerdasan intelektual), tetapi juga aktivitas otak kanan (kecerdasan emosi). Sehingga pembelajar bukan hanya mampu berfikir secara linier tetapi mampu berfikri secara holistik, terutama dalam menghadapi permasalahan yang semakin komplek dan sangat dinamis. Manakala kita kaitkan dengan teori tentang gelombang otak, maka belajar yang paling efektif apabila dilakukan pada saat otak berada pada posisi gelombang alfa, karena pada posisi alfa pikiran berada dalam keadaan santai dan nyaman tetapi waspada, sehingga akan mudah dalam menerima dan menyerap pelajaran.

Untuk bisa mencapai kondisi alfa untuk mencapai hasil belajar secara maksimal, Adi. W. Gunawan (2007) mengungkapkan beberapa metode, yakni melalui : meditasi, teknik pernapasan, relaksasi, visualisasi, dan mendengarkan musik.

Untuk menjawab pertanyaan atau permasalahan diatas,  Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl (1997) memberikan beberapa kiat untuk membina suasana belajar yang sukses dan menyenangkan, meliputi :

  1. Creating a low-stress environment – one where it is safe to make mistake, yet expectatition of success is high. Artinya menciptakan lingkungan yang tingkat stress nya rendah – dimana seseorang merasa aman untuk membuat kesalahan, walaupun harapan untuk mencapai sukses begitu tinggi. Dalam suatu lingkungan belajar yang positif tidak ada rasa takut dikalangan pembelajar manakala melakukan suatu kesalahan. Pembelajar dengan penuh ketekunan akan terus mencoba dengan mengembangkan segala kreativitasnya dengan penuh kebebasan yang bertanggung jawab.  Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (2004), mengatakan bahwa jika ditata dengan baik, lingkungan akan menjadi sarana yang bernilai dalam membangun dan mempertahankan sikap positif. Dan sikap positif menjadi aset yang berharga untuk belajar.
  2.  Ensuring the subyect is relevant – you want to learn when you see the point of it. Memastikan bahwa mata pelajaran benar-benar relevan, kamu ingin mempelajari apabila kamu melihat terdapat hal-hal yang penting dari mata pelajaran yang diajarkan. Terutama relevan dengan kebutuhan tugas atau pekerjaannya. Peserta merasa bahwa pelajaran yang diberikan sangat diperlukan dalam mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan tugasnya. Kredonya : “ Belajar bukan lagi persiapan untuk belajar, tetapi belajar adalah bekerja “ dan menurut Dave Meier (2002) bahwa belajar yang tepat apabila dilakukan secara kontekstual, yakni belajar dengan mengerjakan pekerjaan itu sendiri dalam proses penyelaman ke “dunia nyata” terus menerus, umpan balik, perenungan, evaluasi dan penyelaman kembali.
  3. Ensuring the learning is emotionally positive – it generally is when you work with others, when there is humor and encouragement, regular breaks, and enthusiastic support. Memastikan bahwa pembelajaran akan memberikan pengaruh positif secara emosional, pada umumnya ketika kamu bekerjasama dengan pembelajar lain, ketika terdapat humor dan penggugah semangat, waktu istirahat yang teratur dan bantuan yang penuh antusiasme. Karena belajar di era baru tidak hanya membutuhkan kecerdasan nalar (intelektual), tetapi juga kecerdasan emosi, sehingga seorang pembelajar akan semakin tinggi daya intuisi dan kreativitasnya serta mampu berfikir secara holistik. Dalam proses pembelajaran di era sekarang juga dibutuhkan kerjasama baik antar peserta maupun dengan fasilitator, dan bukan persaingan, yang dilakukan dalam situasi yang diselingi dengan canda (humor) serta memberikan dorongan semangat untuk sukses, tersedianya waktu istirahat yang cukup dan teratur dan terbangun suasana yang dapat membangkitkan dorongan dan semangat untuk sukses. Otak kanan akan dapat berfungsi secara maksimal manakala berada dalam situasi pembelajaran yang nyaman, santai dan tanpa tekanan (stress). Adi W. Gunawan ( 2007) berpendapat bahwa terdapat beberapa cara yang paling efektif agar informasi yang diperoleh selama pembelajaran dapat membangkitkan emosi yang positif para peserta. Diantaranya dengan permainan yang dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, menetapkan tujuan belajar, dan penyediaan hadiah bils tujuan pembelajaran dapat dicapai atau dengan mencari alasan emosional mengapa informasi itu perlu dipelajari. Diperlukan waktu istirahat yang cukup dan teratur, karena sebagaimana diungkapkan oleh Adi W. Gunawan selanjutnya bahwa terdapat keterbatasan rentang waktu optimal untuk fokus dalam pembelajaran pada setiap pembelajaran yang ditentukan oleh faktor usia. Semakin usia bertambah maka rentang waktu tersebut semakin panjang.
  4. Consciously involving all the sense as well as left-brain and right-brain thinking. Secara sadar dalam proses pembelajaran agar melibatkan semua perasaan (emosi), otak kiri yang berifat analitis, sistematis, juga melibatkan otak kanan yang lebih bersifat intuitif, kreatif, acak dan holistik. Dikatakan oleh Dave Meier bahwa belajar sekarang harus  dilakukan secara simultan, artinya dengan melibatkan seluruh tubuh dan seluruh pikiran secara verbal, non verbal, rasional, emosional, fisik dan intuitif pada saat yang bersamaan dan harus dilakukan dalam lingkungan belajar yang positif, artinya bahwa pembelajar akan dapat belajar secara optimal apabila dilakukan dalam lingkungan fisik, emosi dan sosial yang positif, yaitu lingkungan yang tenang sekaligus menggugah semangat. Adanya rasa keutuhan, keamanan, minat dan kegembiraan.
  5. Challenging your brain to think through and explore what is being learned with as many intelligences as are relevant in order to make personal sense of it.  Otak dan pikiranmu harus tertantang untuk berfikir secara mendalam (kritis) dan menyelidiki atau menjelajahi segala sesuatu yang telah dipelajari dengan menggunakan sebanyak mungkin kecerdasan yang relevan untuk membuat seorang pembelajar benar-benar mengerti dan memahaminya. Di era belajar sekarang seorang pembelajar harus tidak bersikap pasif dan mekanistis, tetapi harus kreatif sehingga nantinya mampu manjadi inovator dan change agent di lingkungan organisasi nya masing-masing.
  6. Consolidating what is learned – by reviewing in quiet periods of relaxed alertness. Menggabungkan semua yang telah dipelajari dengan meninjau kembali apa yang telah dipelajari dalam periode waktu yang tenang, santai tetapi dalam kondisi penuh kewaspadaan.Langkah ini dimaksudkan agar subyek pembelajaran yang telah kita pelajari dapat terserap dengan baik.

Maka di era pembelajaran sekarang sorang fasilitator harus mampu menciptakan dan membina suasana belajar menyenangkan yang dapat membangkitkan semangat dan minat peserta diklat dalam mengikuti proses pembelajaran di diklat untuk tercapainya target pembelajaran secara optimal, sekaligus mempersiapkan peserta menjadi seorang inovator kreator yang handal di sistem permanen nya masing-masing dalam rangka menghadapi dinamika dan tantangan jaman yang semakin komplek dan sulit diramalkan.

DAFTAR PUSTAKA 

DePorter, Bobbi dan Hernacky, Mike (2004),  Quantum Learning :Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, PT. Mizan Pustaka, Bandung

Gunawan W, Adi (2007), Born To Be A Genius, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Meier, Dave (2002), The Accelerated Learning Hand Book  (terjemahan),  Kaifa, Bandung

Rose, Colin and Nicholl J,  Malcolm (1997),   Accelerated Learning For The 21st               Century :  the Six - Step Plan To Unlock Your MASTER-Mind, Delacorte Press, New York

Sianipar, JPG dan Suwaris (2006), Bina Suasana Diklat : Modul Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Utama, LAN-RI


17 02 2014 10:49:02