MEMBANGUN SIKAP MENTAL DISIPLIN SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR DALAM PELAYANAN PUBLIK
MEMBANGUN SIKAP MENTAL DISIPLIN SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR DALAM PELAYANAN PUBLIK
Oleh : Drs. Joeliono
Widyaiswara pada Kantor Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Banyumas
Abstrak
Salah saru latar belakang diselenggarakannya Reformasi Biroktasi adalah penyelenggaraan pelayanan publik yang belum memenuhi harapan masyarakat. Sehingga untuk mewujudkan pelayanan publi yang berkualitas, transparan dan akuntabel peranan aparatur penyelenggara pelayanan publik sangat menentukan. Salah satu kelemahan yang sering terjadi yakni masih rendahnya tingkat disiplin petugas yang bertanggung jawab di bidang pelayanan publik. Upaya peningkatan disiplin tidak semudah seperti yang kita bayangkan.karena menyangkut perubahan sikap mental, sehingga butuh waktu dan yang lebih penting adanya komitman dari pimpinan pada setiap unit organisasi penyelenggara pelayanan publik
Kata Kunci : Disiplin, Komitman, Reformasi Birokrasi,Pelayanan Publik, Citizen’s Charter.
Latar Belakang
Menyadari bahwa pelayanan merupakan salah satu tugas umum pemerintahan disamping pengaturan (regulasi) dan pemberdayaan, maka bertitik tolak dari Pedoman Umum Reformasi Birokrasi sebagaimana tertuang Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/15/M.PAN/7/2008 juga dijelaskan bahwa tujuan khusus yang ingin dicapai adalah Birokrasi yang transparan (terbuka) dan dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, dengan harapan sasaran umum dari Reformasi Birokrasi yakni terjadinya perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen pemerintahan, sehingga salah satu agenda dalam reformasi birokrasi adalah peningkatan pelayanan publik sehingga akan terbangun pelayanan publik yang berkualitas, transparan dan akuntabel.
Agenda dimaksud juga didasarkan bahwa pelayanan publik yang diselenggarakan selama ini masih belum memenuhi harapam masyarakat sebagai pengguna layanan. Pelayanan Publik merupakan suatu sistem, dalam arti masyarakat sebagai pemohon atau pengguna layanan harus diberikan akses yang seluas-luasnya berkaitan dengan proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk mewujudkannya sudah barang tentu sikap mental disiplin aparat penyelenggara layanan mutlak diperlukan.
Bertitik tolak dari Pedoman Umum Reformasi Birokrasi sebagaimana tertuang Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/15/M.PAN/7/2008 juga dijelaskan bahwa tujuan khusus yang ingin dicapai adalah Birokrasi yang transparan (terbuka) dan dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, dengan harapan sasaran umum dari Reformasi Birokrasi yakni terjadinya perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen pemerintahan.
Sikap mental disiplin harus menjadi salah satu landasan utama dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, dan kita sadari bersama bahwa tugas pelayanan publik itu sendiri merupakan salah satu tugas pokok dari Pemerintah. Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara telah mengisyaratkan bahwa nilai budaya disipiln harus dapat mewarnai perilaku aparatur negara dalam rangka peningkatan kinerja serta kualitas pelayanan publik secara berkelanjutan yang berorientasi pada terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) sebagai visi dari reformasi birokrasi.
Penerapan nilai budaya disiplin juga akan mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan pelayanan publik. Mengambil pelajaran dan pengalamam dari bangsa lain yang sudah maju, khususnya Jepang yang menjunjung tinggi budaya disiplin sehingga hasilnya nampak seperti yang terlihat sekarang ini. Penulisan artikel ini dimaksudkan untuk mengkaji perlunya perubahan sikap mental disiplin dilingkungan aparatur negara dengan menerapkan beberapa konsep dan metode untuk terwujudnya nilai budaya disiplin dalam pelayanan publik.
Harsanto Nursadi dalam Modul ” Penerapan Budaya Kerja Aparatur Negara (2006) ” menjelaskan bahwa dalam rangka menyusun strategi pelaksanaan budaya kerja harus diawali dengan strategi perubahan mindsetting (pola pikir), sikap dan perilaku, yang meliputi esensi penataan pola pikir dan strategi pencapaian penataan pola pikir. Tasdik Kinanto dalam salah satu tulisannya lebih menegaskan lagi bahwa hakekat reformasi birokrasi adalah perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur negara. Selanjutnya dikatakan pula bahwa untuk itu, setiap instansi pemerintah perlu mengembangkan budaya kerja di lingkungannya masing-masing. ”Perubahan pola pikir dan peningkatan budaya kerja pada dasarnya merupakan inti dari reformasi birokrasi. Aparatur negara harus melayani, bukan dilayani
Dari uraian diatas nampak bahwa untuk terwujudnya perubahan budaya kerja harus diawali perubahan pola pikir di lingkungan aparatur negara dan pada saat yang sama akan terlihat pada perubahan perilaku aparatur negara dalam melaksanakan tugas pelayanan publik sehari-hari, khususnya perilku disiplin.
Beberapa permasalahan perwujudan budaya disiplin aparatur negara masih sering dijumpai di lapangan dalam praktek penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa nilai budaya disiplin belum berjalan dengan baik, antara lain :
- Tingkat disiplin yang masih rendah, sehingga dampak yang kelihatan antara lain kelambatan dalam pelayanan, masih sering terjadinya pungutan – pungutan liar (pungli).
- Semangat dan etos kerja yang rendah atau ”kurang greget” untuk dapat memberikan pelayanan terbaik kepada publik, sehingga kinerja dalam pelayanan publik belum memenuhi harapan masyarakat.
- Nilai budaya disiplin yang belum terwujud sepenuhnya. Beberapa oknum aparatur negara memberikan kesan lebih menempatkan diri sebagai penguasa (birokrat) dari pada sebagai pelayan masyarakat, arogan dan ”alergi” terhadap kritik, saran, pengaduan atau keluhan dari publik sebagai pelanggan, sikap yang kurang ramah terhadap pelanggan, masih terdapatnya perilaku aparatur yang tidak sesuai dengan janji-janji pelayanan yang telah dibuatnya, misalnya keterlembatan dalam penyelesaian dokumen pelayanan, masih terdapatnya pembengkakkan biaya pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan (pungli), adanya diskriminasi dalam pelayanan.
Pelaksanaan budaya disiplin dalam pelayanan publik masih menghadapi banyak kendala yang cukup komplek, baik yang berkaitan dengan sumberdaya aparatur, mekanisme dan prosedur pelayanan , terutama disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan komitmen dari pimpinan untuk membangun budaya disiplin.
Dari uraian diatas penulis melihat bahwa komitmen dari pimpinan mempunyai peranan yang sangat dominan dalam membangun nilai budaya keterbukaan dalam pelayanan publik, dalam arti pimpinan harus menjadi motor penggerak utama (prime-mover) dan harus dapat memberikan teladan/panutan kepada pegawai di lingkungannya.
Kebijakan atau langkah untuk mengembangkan dan mewujudkan budaya disiplin di bidang pelayanan publik sudah banyak dilakukan dengan berbagai macam cara atau metode, antara lain salah satu cara menurut Erwan Agus Purwanto (2005) dalam makalahnya yang berjudul Pelayanan Publik Partisipatif dalam Agus Dwiyanto (2005) adalah dengan mengembangkan Citizen’s Charter atau Cient ’s Charter (Kontrak Pelayanan), yaitu adanya standar pelayanan publik yang ditetapkan berdasarkan masukan pelanggan, dan penyelenggara/pemberi layanan berjanji untuk memenuhinya.
Citizen ’s Charter adalah suatu pendekatan dalam memberikan pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan atau pelanggan sebagai pusat perhatian. Ini berarti, kebutuhan dan kepentingan pengguna layanan harus menjadi perhatian utama dalam proses pelayanan
Selanjutnya Erwan Agus Purwanto mengatakan bahwa Citizen ’s Charter ini pada dasarnya merupakan suatu bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggarakan pelayanan publik dimana para pemberi dan pengguna layanan, serta pihak yang berkepentingan ( stakeholders ) sama-sama membuat dan meyepakati suatu kontrak pelayanan menyangkut prosedur, waktu, biaya, dan cara pelayana.
Kesepakatan ini harus mempertimbangkan keseimbangan kepentingan antara penyedia dan pengguna layanan serta stakeholders. Dari uraian diatas kebijakan menyusun Citizen ’s Charter dapat diperoleh beberapa manfaat, antara lain :
- Adanya kejelasan hak dan kewajiban antara pemberi dan pengguna layanan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
- Sebagai alat monitoring dan evaluasi bagi pengguna layanan dalam menilai kebijakan dan langkah para pemberi layanan.
- Untuk mendorong partisipasi masyarakat sebagai mitra dalam membangun nilai budaya disiplin penyelenggaraan pelayanan publik.
- Karena Citizen’s Charter pada dasarnya merupakan kontrak pelayanan antara penyelenggara dan pengguna layanan, maka masing-masing pihak harus secara sadar memiliki kedisiplinan dalam memegang teguh janjinya. Melihat bahwa karakter manusia Indonesia pada umumnya bersifat paternalistik, maka sumber daya manusia aparatur mempunyai peranan sentral, dalam arti harus mampu menjadi teladan atau panutan bagi masyarakat sebagai pengguna layanan dalam membangun dan menegakkan sikap mental disiplin.
Berbagai instrumen dan upaya inovatif dalam rangka menindaklanjuti konsep Citizen ’s Charter, antara lain dalam Undang Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Menpan Nomor PER/20/M.PAN/04/2006 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik telah diatur tentang Standar Pelayanan Publik maupun Maklumat Pelayanan sebagai suatu bentuk pernyataan kesanggupan penyelenggara dalam melaksanakan pelayanan sesuai standar pelayanan dan harus dipublikasikan secara jelas dan luas sebagai suatu penginformasian kepada khalayak, sehingga mudah diketahui, dilihat, dibaca dan diakses oleh publik.
Selain dari pada itu dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dengan Partisipasi Masyarakat juga telah dikembangkan suatu mekanisme dalam rangka upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan partisipasi masyarakat.
Namun demikian agar Citizen ’s Charter dapat berjalan secara efektif dan berkesinambungan, maka dalam mengembangkan nilai budaya disiplin dalam pelayanan publik perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
- Draft Citizen ’s Charter harus dibuat bersama-sama antara pihak pemberi dan pengguna layanan serta para stakeholders.
- Manakala Citizen ’s Charter sudah selesai disusun dan disepakati bersama antara pemberi dan pengguna layanan serta para stakeholders, harus dilakukan langkah untuk mensosialisasikan kepada masyarakat luas, dalam rangka meningkatkan pemahaman dan partisipasi masyarakat untuk mewujudkan sikap mental disiplin.
- Monitoring dan Evaluasi secara berkesinambungan terhadap pelaksanaan Citizen ’s Charter, dan senantiasa harus di Up-date sesuai dengan dinamika perkembangan tuntutan dan kebutuhan para pengguna layanan.
- Membangun komitmen dari semua pihak terkait, khususnya pimpinan unit kerja pelayanan untuk melaksanakan Citizen ’s Charter secara konsisten sebagai salah satu metode untuk mewujudkan sikap mental disiplin dalam pelayanan publik.
Sebagai simpulan bahwa sikap mental disiplin sebagai salah satu prinsip utama dalam pelaksanaan kepemerintahan yang baik harus dapat diwujudkan dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagai salah satu agenda dalam Program Reformasi Birokrasi, dalam arti bahwa sumber daya manusia aparatur harus mampu membangun sikap mental disiplin dalam pelayanan publik. Untuk mewujudkan sikap mental disiplin dimaksud masih banyak permasalahan dan kendala yang harus diatasi bersama-sama oleh pihak pemberi maupun penerima layanan.
Citizen ’s Charter sebagai salah satu metode untuk mewujudkan sikap mental disiplin dalam pelayanan publik agar dapat berjalan secara efektif, harus disusun bersama-sama oleh pihak penyedia dan pengguna layanan, disosialisasikan kepada masyarakat dan terus di Up-date secara periodik sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat.
Selanjutnya beberapa saran yang dapat menopang perubahan pola pikir untuk mewujudkan sikap mental disiplin dilingkungan sumber daya manusia aparatur dalam pelayanan publik, meliputi :
- Harus diawali adanya komitmen dari pimpinan puncak, artinya pimpinan harus dapat menjadi panutan sekaligus motivator bagi bawahannya dan stakeholders lainnya.
- Harus dibangun sistem dalam Pelayanan Publik guna mewujudkan Nilai budaya keterbukaan, antara lain dengan menerapkan konsep Citizen’s Charter dengan melibatkan partisipasi masyarakat, maka setiap unit pelayanan publik harus menyusun Standar Uperating Procedurs (SOP) dan Standar Pelayanan.Masyarakat (SPM) yang harus disusun dengan melibatkan stakeholders guna menampung aspirasi dari publik sebagai pelanggan, dan yang lebih penting lagi baik SOP maupun SPM selanjutnya harus disosialisasikan kepada masyarakat sebagai pelanggan.
- Kegiatan sosialisasi kepada publik sehingga masyarakat semakin paham dan sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik, sehingga pada gilirannya akan dapat memacu tumbuhnya sikap mental disiplin dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Peningkatnya kompetensi melalui diklat , dan pada saat yang bersamaan diharapkan akan memperluas wawasan dan meningkatkan kualitas moral serta etika para aparatur negara dalam melaksanakan tugas pelayanan publik.
Daftar Pustaka
Dwiyanto, Agus (ed) (2005) Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Yogyakarta: Gajah Mada Universitiy Press
Nursandi Haranto, SH, M Si (2006), Modul Penerapan Budaya Kerja Aparatur Negara, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara RI, Jakarta
Kinanto, Tasdik (2011), Tak Dapat Ditawar PNS Harus Disiplin, http :/menpan go id.index.php/berita-indwx/745-tasdik-kinanto-tak-dapat-ditawar-pns -harus disiplin
Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, (2008) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Jakarta
Peraturan Perundang-Undangan
Undang Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/20/M.PAN/04/2006 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Dengan Partisipasi Masyarakat, Kementerian NegarA Pendayagunaan Aparatur Negara
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/4/ 2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja
03 09 2013 11:44:2