MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAYANAN PUBLIK

Kabupaten Banyumas

Abstrak

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, salah satu persyaratan harus menempatkan masyarakat sebagai sentral sekaligus sebagai owner dalam pelayanan. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik perlu ditingkatkan. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dengan Partisipasi Masyarakat (disingkat KATALIKPARKAT) sebagai salah satu metode peningkatan partisipasi masyarakat dengan keluhan (pengaduan) sebagai dasar perbaikan.

Oleh : Drs. Joeliono Widyaiswara pada Kantor Diklat Kabupaten Banyumas

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menetapkan 6 (enam) strategi dalam meningkatkan pelayanan publik, meliputi : (1) Deregulasi dan Debirokratisasi di bidang pelayanan publik, (2) peningkatan profesionalisme pejabat di bidang pelayanan publik,                     (3) korporatisasi unit pelayanan publik, (4) pengembangan dan pemanfaatan   e-government bagi instansi pelayanan publik, (5) peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik dan (6) pemberian penghargaan dan sanksi kepada unit pelayanan masyarakat.

Dengan bertitik tolak dari pendapat Denhardt dan Denhardt  dalam Bahan Ajar TOT Diklat Pelayanan Publik (2011), bahwa publik sebagai citizen merupakan akar dari manajemen publik perspektif baru. Maka dalam penulisan artikel ini penulis akan fokus pada pembahasan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik. Dari strategi diatas nampak bahwa pemerintah mulai mengambil kebijakan untuk menempatkan publik (masyarakat) sebagai sentral dalam peningkatan kualitas pelayanan publik, dengan bercermin pada pengalaman masa lalu karena terlalu ”government centered” seringkali mengakibatkan munculnya ketidakpuasan masyarakat sebagai pelanggan, seperti lambat, berbelit-belit dan mahal. Perubahan paradigma dari pelayanan yang bersifat sentralistik ke arah pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan tersebut memiliki beberapa karakteristik (Bahan Ajar TOT Pelayanan Publik, 2011), antara lain : (1) lebih memfokuskan pada pengaturan  melalu8 berbagai kebijakan yang memfasilitasi  bagi berkembangnya kondisi yang kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat, (2) lebih memfokuskan kepada pemberdayaan masyarakat, sehingga akan terbangun rasa ikut memiliki, (3)menerapkan sistem kompetisi untuk jenis pelayanan publik tertentu sehingga masyarakat akan memperoleh pelayanan yang berkualitas, (4) fokus pada pencapaian visi, misi, tujuan maupun sasaran yang berorientasi pada pencapaian hasil (outcome), dan (5) mengutamakan pemenuhan apa yang diinginkan masyarakat.

Kondisi tersebut juga disebabkan karena tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat dan beraneka ragam, sehingga tidak menungkikan lagi semuanya diurus oleh pemerintah, maka perlu melibatkan dan memberdayakan baik swasta maupun masyarakat. Salah satu ”roh” dengan diterbtikannya Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa masyarakat (publik) tidak hanya ditempatkan sebagai pelanggan (customer), tetapi juga sebagai pemilik (owner), artinya sebagai warga negara yang memiliki negara sekaligus pemerintahan yang ada didalamnya.

Pergeseran paradigma ini dapat dimaknai bahwa masyarakat harus dilibatkan dalam penyelenggaraan pelayanan publik sejak tahap perencanaan untuk mengetahui tentang jenis pelayanan yang dibutuhkan, metode pelayanan yang terbaik, mekanisme pemantauan maupun evaluasi dalam pelayanan, sehingga tanggung jawab dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bukan hanya di pihak penyedia layanan, tetapi masyarakat ikut bertanggung jawab.

Dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tersebut juga diatur secara jelas bahwa hak dari masyarakat sebagai pelanggan meliputi : memberitahukan kepada pimpinan maupun pelaksana pada unit penyelenggara pelayanan untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan, mengadukan penyelenggara atau pelaksana pelayanan manakala terjadi penyimpangan terhadap standar pelayanan, dan mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan harapan dan tujuan pelayanan.

         Masalahnya adalah bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik sehingga akan terwujud pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan harapan masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam pelayanan meliputi beberapa tingkatan sebagaimana dikatakan oleh Erwan Agus Purwanto dalam tulisannya ”Keluhan Sebagai Bentuk Partisipasi” (2008), bahwa partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik dapat bervariasi tergantung dari peran yang dilakukan oleh masyarakat tersebut. Dalam bentuk yang paling sederhana misalnya masyarakat menyampaikan keluhannya melalui Kotak Saran atau kepada petugas pelayanan secara langsung, maupun dalam bentuk yang lebih tinggi lagi dimana masyarakat terlibat secara langsung mulai tahap perencanaan sampai dengan pemantauan dan evaluasi, misalnya dalam penyusunan Standar Pelayanan Publik.

Selanjutnya Erwan Agus Purwanto menjelaskan bahwa dari berbagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik adalah berupa complain (keluhan). Partisipasi disini menempatkan masyarakat dalam kedudukan sebagai pelanggan yang bermartabat dan mendapat pelayanan secara prima. Manakala masyarakat tidak terlayani secara prima, maka berhak untuk menyampaikan keluhannya. Keluhan disini tidak harus direspons secara negatif, tetapi harus dilihat secara positif sebagai upaya untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan apalagi keluhan tersebut disampaikan secara santun, tulus dan nyata-nyata menunjukkan titik kelemahan atau kesalahan.

         Menyadari akan arti pentingnya keluhan atau pengaduan dalam pelayanan publik, maka Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah menerbitkan Peraturan Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dengan Partisipasi Masyarakat (disingkat KATALIKPARKAT), dengan berlandaskan beberapa pertimbangan, antara lain pertama peningkatan kualitas pelayanan publik sangat diperlukan dalam rangka membangun kepercayaan (trust) masyarakat, dengan menjadikan keluhan atau pengaduan sebagai sarana untuk perbaikan pelayanan publik, kedua masyarakat sebagai pengguna memerlukan pelayanan yang transparan, akuntabel sesuai standar pelayanan berdasarkan persamaan perlakuan dan keterjangkauan masyarakat, dan ketiga sebagai suatu metode, maka peningkatan kualitas pelayanan publik berbasis partisipasi masyarakat diharapkan akan memberikan kontribusi dan manfaat dalam rangka mewujudkan good public service governance.

Selanjutnya dalam Peraturan MENPAN tersebut diatas dijelaskan bahwa KATALIKPARKAT sebagai suatu metode adalah merupakan tindakan sistematis menuju perbaikan pelayanan publik yang dimulai dari pengelolaan pengaduan pengguna pelayanan sebagai dasar awalan (orientasi) merumuskan tidakan nyata perbaikan pelayanan, memantau dan mengevaluasi keberhasilan dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat pengguna pelayanan.

Karakteristik dari metode KATALIKPARKAT antara lain : menggunakan manajemen pengaduan sebagai dasar tindakan nyata perbaikan, terjadinya interaksi komunikasi yang efektif antara penyelenggara, pelaksana maupun pengguna layanan, harus ada perubahan mindset dari penyelenggara pelayanan (mengutip slogan pelayanan di Amerika Serikat ”put your customer first”), adanya kepastian dan jaminan bahwa upaya perbaikan pelayanan akan dilakukan secara terus-menerus, berkesinambungan dan tidak bersifat insidental. Sejalan dengan pendapat Ambar Widaningrum dalam tulisannya ”Bekerjanya Desentralisasi Pada Pelayanan Publik” (2007), berpendapat bahwa beberapa mekanisme yang dapat ditempuh dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik antara lain melalui survey, pertemuan/diskusi publik/dengar pendapat dengan masyarakay maupun pelibatan secara langsung, maka kegiatan dalam metode KATALIKPARKAT meliputi :

  1. Pengorganisasian dan pengelolaan proses
  2. Pelaksanaan  teknis  yang  terdiri  beberapa  langkah,  meliputi :
  • Lokakarya pengelolaan pengaduan masyarakat
  • Survey pengaduan masyarakat
  • Lokakarya  Analisis  Masalah  Penyebab   Pengaduan  dan   Rencana                
  • Tindak Nyata Perbaikan Pelayanan. 
  • Pemantauan dan evaluasi

 Ketiga kegiatan tersebut kemudian dijabarkan dalam lima tahapan, meliputi :

  1. Penataan Awal
  2. Lokakarya Pengelolaan Pengaduan
  3. Survey Pengaduan Masyarakat
  4. Analisis Masalah Pengaduan dan Rencana Tindak
  5. Pemantauan dan Evaluasi

Erat kaitannya dengan upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik selain ditempuh dengan metode KATALIKPARKAT, maka upaya desentralisasi (pelimpahan) kewenangan baik dengan pendekatan pelayanan satu pintu (PTSP), pelayanan satu atap maupun PATEN (Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan) perlu dilakukan dengan maksud untuk memberikan kemudahan dan mendekatakan pelayanan kepada masyarakat agar secara bertahap akan terbangun komunikasi yang efektif antara penyedia layanan dan masyarakat sebagai salah satu syarat utama terwujudnya partisipasi masyarakat.

Selain dari pada itu pengalaman di lapangan seringkali tingkat partisipasi masyarakat dalam pelayanan masih rendah karena keterbatasan pengetahuan atau ketidaktahuan masyarakat terhadap mekanisme, prosedur pelayanan maupun hak dan kewajibannya sebagai pengguna layanan. Maka disini pemerintah dalam hal ini penyelenggara pelayanan harus pro-aktif untuk mengatur arus informasi kepada masyarakat, antara lain melalui diskusi publik maupun pemanfaatan berbagai media baik cetak maupun elektronik. Konsep dasar pemikiran yang melandasi langkah ini, bahwa partisipasi dalam pelayanan publik akan tumbuh diawali dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat, dan masyarakat akan sadar apabila mengetahui benar tentang hal-ikhwal yang berkaitan dengan pelayanan publik. Untuk itu perlu langkah sosialisasi dan diseminasi tentang pelayanan publik, dimana pemerintah memegang kendali penuh untuk terwujudnya komunikasi yang efektif antara penyelenggara dan pengguna pelayanan.

Berbagai macam metode ataupun sistem untuk meingkatkan partispasi dalam pelayanan publik dapat ditempuh, namun pada akhirnya sangat tergantung pada faktor utama, yakni komitmen penyelenggara, perubahan mindset dan kepercayaan (trust).

 

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Erwan, Agus (2008). Keluhan Sebagai Bentuk Partisipasi, Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik (JKAP), Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Magister Administrasi Publik, Volume12, Yogyakarta.

Widianingrum, Ambar (2007). Bekerjanya Desentralisasi Pada Pelayanan Publik, Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik (JKAP), Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Magister Administrasi Publik, Volume11, Yogyakarta.

Bahan Ajar TOT Diklat Pelayanan Publik (2011), Pusdiklat SPIMNAS Bidang Teknik Manajemen Dan Kebijakan Pembangunan , Lembaga Administrasi Negara, Jakarta

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  Nomor  13 Tahun 2009                tentang  Pedoman  Peningkatan  Kualitas  Pelayanan  Publik  Dengan Partisipasi    Masyarakat, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, jakarta


17 02 2014 11:16:46