MEWUJUDKAN PEMIMPIN PERUBAHAN

Kabupaten Banyumas

Oleh : Goto  Kuswanto, SIP.MM Widyaiswara Utama

Abstrack

Kemimpinnan adalah kemampuan mempengaruhi orang untuk mencapai suatu tujuan, Kememimpinan ini mengaharuskan pemimpin terlebih dahulu menetapkan suatu tujuan kemudian bergerak mempengaruhi dan memobilisasi stakeholder untuk mendukung dan melaksanakan perubahan , agar seluruh stakeholder mendukungnya untuk mencapai tujuan tersebut. Pemimpin membutuhkan orang lain untuk mewujudkan perubahan yang dikehendaki antara membawa perubahan pada unit organisasi yang dipimpinnya daalam mewujudkan perubahan tersebut setiap pemimpin membutuhkan kemampuan mendiagnosis unit organisasi, mencari dimensi yang bermasalah, kemudian menyusun langkah-langkah untuk mengubahnya sehingga masalah tersebut tidak muncul lagi pada unit organisasinya. Perubahan dilakukan secara berkesinambungan hingga menjadi organisasi yang berkinerja tinggi.

Pemimpin perubahan diharapkan melakukan Scoping area sesuai dengan jabatannya eselon satu mengarah pada Visi organisasi, pejabat eselon II fokus pada perubahan dengan menjabarkan visi dan misi organisasi yang tepat, pejabat eselon tiga  berperan mejabarkan visi dan misi ke dalam program-program nyata organisasi dan pejabat eselon empat  memimpin pelaksanaan kegiatan organisasi

Kata kunci : Kepemimpinan, Organisasi      

Melalui  reformasi birokrasi pemerintah Indonesia gencar menggeser paradigm pembangunan yang bersifat sentralistik dan top-down, menggantinya dengan paradigma tatapemerintahan yang baik atau good governance yang bersifat desentralistik, demokratis dan bottom-up, Dalam paradigm ini terdapat sejumlah prinsip yang mutlak diterapkan dalam setiap aktifitas pemerintahan, yaittu transparansi, akuntabilitas, penegakkan hukum, partisipasi, efektivitas, efk pembangunan yangPeraturan Teknis Penyelenggaraan Diiklat Kepemimpinan Tingkat IV diatur dalam Peratuisiensi, konsesus, dan kesamaan kedudukan di depan pemerintahan. Reformasi birokrasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dengan demikian reformasi birokrasi hanya cara, sedangkan tujuan utamanya adalah mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat

 Kepala Lembaga Administrasi Negara No. 12 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV. Dalam peraturan ini diatur tentang kompetensi apa yang akan dibangun, dan bagaimana caraanya mencapai kompetensi tersebut

Tujuan Peneyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV adalaah mengembangkan potensi kepemimpinan pejabat strukturan eselon IV yang akan berperan dalam melaksanakan tugas dan fungsi kepemerintahan di instansinya masing-masing. Dengan demikian maka sasaran penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV adalah dihasilkan Pemimpin yang memiliki kemampuan memimpin pada jenjang jabatan structural eselon IV. Kemampuan memimpin tersebut diwujudkan dengan kemampuan dalam memimpin perubahan di unit kerjanaya. Perubahan ini hanya dapat terwujud jika pejabat structural tersebut mampu menetapkan area dan focus perubahan, dan kemudian mempengaruhi dan memobilisasi stakeholdernya mendukung perubahan tersebut

Untuk memenuhi standar kompetensi kepemimpinan tersebut pejabat pemimpin structural di tingkat jenjang eselon IV perlu untuk memiliki kemampuan membuat perencanaan kegiatan instansi dan memimpin adapun keberhasilan implementasi pelaksanaan perubahan diindikasikan dengan kemampuan:

  1. Membangun karakter dan sikap perilaku integritas sesuai dengan peraturan perundangan dan kemampuan untuk menjunjung tinggi etika publik, taat pada nilai-nilai, norma, moralitas dan bertanggungjawab dalam memimpin unit instansinya.
  2. Membuat perencanaan pelaksanaan kegiatan instansinya
  3. Melakukan kolaborasi secara internal dan eksternal dalam mengelola tugas-tugas organisasi kearah efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan instansinya.
  4. Melakukan inovasi sesuai bidang tugasnya guna mewujudkan pelaksanaan kegiatan yang lebih efektif dan efisien,
  5. Mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya internal dan eksternal organisasi dalam implementasi strategi kebijakan unit instansinya.

Kepemimpinan merupakan salah satu cabang dari kelompok ilmu Administrasi Negara. Tiga macam Kepemimpinan, pertama studi Kepemimpinan yan mencoba mengadakan identifikasi berbagai sifat para pemimpin, kedua studi Kepemimpinan yang menekankan kepada berbagai perilaku pemimpin, ketiga studi Kepemimpinan yang disebutkan pendekatan kontingensi.

Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktifitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan.

Kepemimpinan memiliki peranan dan bersetujuan untuk :

1.   Memberikan  atau menyajikan berbagai pengertian ( undestanding ) mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah kepemimpinan.

2.   Memberikan berbagai macam penafsiran serta pendekatan terhadap permasalahan yang berkaitan dengan kepemimpinan ( predicting ).

3.   Memberikan pengaruhnya dalam menggunakan berbagai cara dan pendekatan dalam usaha ikut serta menyelesaikan atau memecahkan berbagai persoalan yang timbul dan berkaitan dengan ruang lingkup kepemimpinan ( influencing ).

Sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan, kepemimpinan memiliki peranan penting dalam kerangka manajemen. Sebab peranan seorang pemimpin pada dasarnya merupakan penjabaran serangkaian fungsi kepemimpinan. Sedangkan fungsi kepemimpinan itu sendiri sesungguhnya merupakan salah satu di antara peranan manajer dalam rangka untuk mengajak atau menghimbau semua bawahan atau pengikut, agar dengan penuh kemauan memberikan pengabdian dalam mencapai tujuan organisasi, sesuai dengan kemampuan para bawahan itu secara maksimal.

Oleh karena itu, timbul berbagai macam definisi kepemimpinan, baik kepemimpinan dipandang sebagai suatu ilmu, kemampuan pribadi seseorang, maupun kepemimpinan yang dilihat sebagai suatu proses.

Seorang pemimpin bukan sekedar seorang tukang atau juru, melainkan seorang yang secara profesional perlu mengabdikan kemampuannya untuk pencapaian tujuan organisasi, seorang yang terikat pada suatu kode etik, dan mengabdi pada kepentingan bersama. Itulah sebabnya dalam tulisan ini juga disajikan satu bab tersendiri yang menguraikan ” kepemimpinan sebagai satu profesi ”.

Di antara berbagai macam peranan kepemimpinan ( leadership function ), arbitrating dan providing security merupakan diantara fungsi kepemimpinan yang sangat vital. Sebab dengan fungsi tersebut seorang pemimpin harus mampu menempatkan posisinya secara efektif terhadap segala hubungan yang antagonis diantara sesama anggota, atau antarkelompok di dalam organisasinya.

  1. Kepemimpinan salah satunya adalah definisi yang dikutip oleh Fred E. Fieldler dan Martin M. Chemer, sebagai berikut :
  2. Kepemimpinan adalah aktivitas para pemegang kekuasaan dan membuat keputusan.
  3. Kepemimpinan adalah langkah pertama yang hasilnya berupa pola interaksi kelompok yang konsisten dan bertujuan menyelesaikan problem-problem yang saling berkaitan.
  4. Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan.

Dari berbagai batasan kepemimpinan tersebut para ahli manajemen berpendapat bahwa kepemimpinan sebagai suatu konsep manajemen di dalam kehidupan organisasi mempunyai kedudukan strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu diperlukan dalam kehidupan kelompok. Mempunyai kedudukan strategis karena kepemimpin merupakan titik sentral dan dinamisator seluruh proses kegiatan organisasi. Sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sentral di dalam menentukan dinamikanya sumber-sumber yang ada.

Kepemimpinan sebagi konsep manajemen seperti dikemukakan oleh  Ralph M. Stogdill dapat dirumuskan ke dalam berbagai macam definisi, bergantung dari mana titik tolak pemikirannya. Timbul macam-macam definisi.

Disebutkan bahwa, kepemimpinan adalah :

1.   suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham,

2.   suatu bentuk persuasi dan inspirasi,

3.   suatu kepribadian yang mempunyai pengaruh,

4.   tindakan dan perilaku,

5.   titik sentral proses kegiatan kelompok,

6.   hubungan kekuatan/kekuasaan

7.   sarana pencapaian tujuan,

8.   suatu hasil dari interaksi,

9.   adalah peranan yang dipolakan,

10. sebagai inisiasi ( permulaan ) struktur.

Pemimpin Perubahan.

Kemimpinnan adalah kemampuan mempengaruhi orang untuk mencapai suatu tujuan, Kememimpinan ini mengaharuskan pemimpin terlebih dahulu menetapkan suatu tujuan kemudian bergerak mempengaruhi dan memobilisasi stakeholder untuk mendukung dan melaksanakan perubahan , agar seluruh stakeholder mendukungnya untuk mencapai tujuan tersebut. Pemimpin membutuhkan orang lain untuk mewujudkan perubahan yang dikehendaki antara membawa perubahan pada unit organisasi yang dipimpinnya daalam mewujudkan perubahan tersebut setiap pemimpin membutuhkan kemampuan mendiagnosis unit organisasi, mencari dimensi yang bermasalah, kemudian menyusun langkah-langkah untuk mengubahnya sehingga masalah tersebut tidak muncul lagi pada unit organisasinya. Perubahan dilakukan secara berkesinambungan hingga menjadi organisasi yang berkinerja tinggi.

Ruang Lingkup (Scoping) Perubahan unit Organisasi

          Unit Organisasi tentu berbeda dengan unit organisasi yang lain.Masing-masing unit organisasi memiliki ruang lingkup dan yurisdiksi sendiri pada ruang lingkup dan yurisdiksi itulah pemimpin pejabat struktural harus mempunyai kemampuan melakukan diagnostic reading untuk menemukan area yang perlu mendfapatkan perubahan.

Ruang lingkup dan yurisdiksi masing-masing pejabat struktural esselon IV tentu sudah diatur dan ditetapkan dalam kelembagaanmasing-masing instansi dengan kewenangan yang dimilikinya pejabat struktural eselon IV memiliki otoritas untuk melakukan perubahan-perubahan untuk meningkatkan kinerja unit organisasi eselon IV yang dipimpinnya.

Pejabat struktural eselon IV perlu memahami bahwa unit eselon IV yang dipimpinnya tidak terlepas dari unit eselon I, II, dan III diatasnya, entah itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Tiap unit organisasi eselon I telah dibagi ke dalam paling tidak empat tingkatan manajerial, adapun ruang lingkup area perubahan sbb:

  1. Pejabat  eselon I ( top leader ) bertanggungjawab dalam menagani visi atau arah kebijakan.
  2. Pejabat   eselon II bertugas untuk menjabarkan visi kedalam misi yang tepat.
  3. Pejabat eselon III berperan dalam menjabarkan visi dan misi organisasi ke dalam program-program nyata organisasi.
  4. Pejabat eselon IV bertanggungjawab dalam memimpin pelaksanaan kegiatan organisasi. Masing-masing pejabat struktural ini dituntut  untuk bekrja secara sinergis untuk menghasilkan kinerja yang fokus untuk membawa  organisasi menuju tujuan yang telah ditetapkan,

Mendiagnosis Organisasi

Untuk mewujudkan kemampuan pemimpin yang mampu membuat perubahan dalam arganisasinya perlu memiliki kemapuan mendiagnosis organisasi merupakan langkah awal yang sangat menetukan. Kesaalahan dalam mendiagnosis organisasi dapat menimpbulkan berbagai kendala:

  1. Pemimpin dapat merasa kurang percaya diri dalam meyakini apakah tujuan benar atau tidak.
  2. Pemimpin akan kesulitan dalam mendapatkan argumenatasi yang tepat dalam meyakini stakeholder.  

Tentu saja kedua hal ini dapat menjadi pintu masuk bagi stakeholder yang resisten untuk menggagalkan perub ahan yang akan dilaksanakan. Untuk terhindar dari kesalahan dalam melakukan diagnosis, terdapat dua persyaratan yang perlu dimiliki sebelum melakukan diagnosis, yaitu penguasaan diri dan teknis mendiagnosis. Masing-masing prasyarat sebagi berikut.

  1. Penguasaan Diri

Seorang pemimpin haruslah menguasai dirinya sebelum melakukan diagnosis organisasi yang dimaksud dengan menguasai dirinya adalah pemimpin tidak dikuasai oleh kepentingan-kepentingan lain yang sifat subyektif dan sempit, seperti kepentingan pribadi, golongan, sektoral, etnis/suku, materi dan sejenisnya.

Pemimpin dituntut untuk menjernihkan pikirannya agar diagnosis yang akan dilakukan dimotivasi oleh kepentingan negara, kepentingan publik, kepentingan bersama.

Sebagai manusia biasa, dalam diri seorang pemimpin terdapat sistem yang senantiasa menarik pemimpin dalam mengalambil keputusan. Sistem ini terdiri dari sub-sub sistem yang memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi pemimpin dalam mengambil keputusan. Pemimpin tentunya memiliki keluarga dan karenanya terdapat sub sistem yang memenuhi kebutuhan atau kepentingan keluarga tersebut. Pemimpin juga memiliki suku, agama, atu golongan tertentu, belum lagi pemimpin adalah manusia yang membutuhkan materi, yang tentunya dalam dirinya terdapat subsistem untuk memenuhi kebutuhan materi tersebut.

Dengan demikian, maka ketika melakukaan diagnosis dapat dipastikan bahwa area perubahan yang dipilih dan cara melakukan perubahan dimotivasi oleh kepentingan publik.

  1. Teknis Mendiagnosis

Mendiagnosis organisasi memerlukan teknis, yang berada dibawah disiplin ilmu organization development (OD). Selanjutnya, berikut ini dipaparkan esensi organizational diagnosis sebagi berikut.

Diagnosis organisasi mebutuhkan kegiatan mendiagnosis, menilai kinerja suatu organisasi untuk merumuskan tindakan perbaikan, Konsep ini mirip dengan praktek kerja dokter. Dalam melakukan diagnosis, me;lakukan tes, mengumpulkan informasi penting tentang cara kerja organ tubuh manusia. Demikian pula halnya dengan diagnosis organisasi, pendiagnosis organisasi menggunakan prosedur khusus untuk mengumpulkan informasi vital, menganalisa informasi itu, lalu merumuskan langkah-langkah intervensi.

Berdasarkan uraian diatas, maka secara teknis, kegiatan mendiagnosis organisasi terdiri atas dua bagian.

  1. Menilai kinerja organisasi
  2. Menusun langkah-langkah intervensi untuk meningkatkan kinerja organisasi.

Dalam menilai kinerja organisasi, seorang pemimpin perlu menggunakan teknik mengumpulkan data dan informasi vital, termasukteknik menyusun langkah-langkah intervensi, Terdapat sejumlah model diagnosis diagnosis yang lazim dipergunakan. Model-model tersebut antara lain adalah:    

  1. Foce Field Analysis ( 1951)
  2. Leavitt,s Model (1965)
  3. Likert System Analysis (1967)
  4. Open System Theory (1966)
  5. Weisbord,S six-Box Model; (1976)
  6. Congruence Model for Organization Analysis (1977)
  7. McKinsey 7 S framework (1981-82)
  8. Tichy,s Technical Political Cultural (TPC) Framework (1983)
  9. High-Performancee Programing (1984)
  10. Diagnosis Individual and Group Behavior (1987)
  11. Burke-Litwin Model of Organizational Performance & Change (1992)
  12. Falleta.S Organizational Intelligence Model (2008)

Model-model diagnosis diatas hanyalah sekian dari beberapa model yang ada. Tentu masih banyak model miklatpim peserta dapat mempelajari model-model secara spesifik, namun peserta dapat belajar mandiri atau berkonsultasi dengan pihak yang menguasai penggunaan model-model tersebutm

Model apapun yang dipilih, pada umumnya model-model tersebut menuntut dua langkah utama yang dipaparkan :

  1. Menilai Kinerja Unit Organisasi

Pemimpin perlu menilai kinerja unit organisasi saat ini. Dalam menilai kinerja, pemimpin perlu melihat output dan atau outcome apa yang harus dipenuhi oleh organisasi. Data dan informasi tentang kedua hal ini dapat diperoleh di Renstra, Laporan Kinerja, hasil observasi, atau dari narasumber. Disamping itu pemimpin perlu menvalidasi informasi tersebut dengan observasi dan mendapatkan masukan dari narasumber yang dapat dipercaya.

Data dan informasi sudah dikumpulkan dan dianalisis, dan ditemukan bahwa ternyata unsur-unsur tersebut tidak memenuhi standar yang ditetapkan sehingga terdapat kesenjangan ataau gap, maka gap itulah yang dapat menjadi sasaran dari obyek perubahan, Jika terpenuhi, maka gap dapat diciptakan dengan meningkatkan standar yang sudah terpenuhi, dengan demikian gap tercipta sebagai pintu masuk melakukan perubahan.

  1. Menyusun langkah-langkah intervensi.

Berangkat dari gap atau kesenjangan tersebut, langkah-langkah  intervensi dapat disusun.

Diskripsikan secara terukur tentang kondisi kinerja yang diharapkan, sekaligus mendiskripsikan secar teratur tentang kondisi kinerja yang diharapkan,

  1. Kesenjangan atau gap lantas untuk menutup kesenjangan tersebut, pemimpin perlu melakukan intervensi organisasi, Kemana intervensi akan diarahkan bergantung dari hasil analisis terhadap data dan informasi yang terkeumpul. Untuk itu diperlukan data informasi yang akurat. Pemimpin perlu turun ke lapangan, mengamati secara langsung apa yang terjadi. Pemimpin tidak boleh menyandarkan data dan informasi yang tertulis. Pemimpin tidak boleh menyandarkan data dan informasi yang tertulis dalam dokumen melainkan juga memerlukan data pengalaman (tacit knowledge)
  2. Intervensi dapat diarahkan pada Input organisasi, Proses dan Input

     Input

 Proses

 Output

  1.   SDM
  2. Sarana Prasana
  3. Anggaran
  1.  Penggunaan teknologi informasi
  2. Simplifikasi sistem
  3. Prosedur
  1.  Lingkungan  Organisasi
  2. Hasil kegiatan

Untuk suatu perubahan yang komplek, Intervensi dapat dilakukan secara berseri mulai dari Inpu. Proses dan Output hingga lingkungan. Berikut adalah rangkaian intervensi yang dapat melakukan oleh seorang pemimpin.

Kondisi

Pada unsure apapun Intervensi diarahkan, Intervensi hendaknya terukur secara kuantitatif. Pada intervensi output misalnya, seorang pemimpin dapat mendiskripsikan intervensi dengan kalimat “ Meningkatkan kecepatan pelaayanan dari 6 jam menjadi 2 jam  pada 16 kantor pelayanan “ Pada intervensi input, deskripsikan intervensinya dapat berupa membangun pola piker inovatif pada 17 pegawai.

Pemimipin perubahan perlu melatih kemampuannya dalam memimpin perubahan secara ril di tempat kerjanya.

Keberhasilan seorang pemimpin dalam mewujudkan perubahan pada unit organisasinya harus didukung kemampuan melaksanakan diagnosis dengan tahapan Penguasaan diri, memahami teknis mendiagnosis dengan melakukan analisis menggunakan beberapa model-model analisis melalui langkah-langkah Menilai Kinerja Unit organisasinya, dilanjutkan dengan Menyusun langkah-langkah intervensi pada aspek-aspek Input, Proses dan Outcome

Pemimpin perubahan diharapkan melakukan Scoping area sesuai dengan jabatannya eselon satu mengarah pada Visi organisasi, pejabat eselon II fokus pada perubahan dengan menjabarkan visi dan misi organisasi yang tepat, pejabat eselon tiga  berperan mejabarkan visi dan misi ke dalam program-program nyata organisasi dan pejabat eselon empat  memimpin pelaksanaan kegiatan organisasi .

DAFTAR PUSTAKA

 Wahjosumidjo .  1987. Kepemimpinan dan Motivasi . Jakarta : Ghalia Indonesia  

Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi, Kepemimpinan, Dan Efektivitas Kelompok. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. Metode Penelitian Kuantitatif. Rajawali Press. Jakarta.

Siagian, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Kesembilan. Bumi Aksara.

Winardi, J. 2001. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Rajawali. Jakarta.

Ismaryanti, Siti. 2010. Hubungan Motivasi Kerja Pegawai dengan Pelayanan Publik. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. 154-170

Lembaga Adminstrasi Negara 2014 ” Bahan-bahan Training Of Fasilitator “ Diklay PIM Tingkat IV. Jakarta


17 02 2015 10:31:30