PERUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MEMBANGUN NILAI BUDAYA KETERBUKAAN DALAM PELAYANAN PUBLIK
KANTOR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KABUPATEN BANYUMAS 2015
Untuk membangun nilai budaya keterbukaan dalam pelayanan Publik sebagai salah satu nilai budaya kerja organisasi pemerintah, maka diperlukan perubahan pola pikir dilingkungan aparatur negara Sebagai upaya terjadinya perubahan pola pikir di lingkungan aparatur negara perlu ditempuh dengan menerapkanberbagai konsep dan metode untuk terwujudnya pelayanan publikyang berkualitas, transparan dan akuntabel
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi dijelaskan bahwa salah satu tujuan umum Reformasi Birokrasi adalah membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan kemampuan memberikan pelayanan yang prima. Maka nampak bahwa pelayanan publik mempunyai peranan yang sangat strategis sebagai salah satu fungsi pemerintah disamping regulasi dan pemberdayaan
Bertitik tolak dari Pedoman Umum Reformasi Birokrasi sebagaimana tertuang Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/15/M.PAN/7/2008 juga dijelaskan bahwa tujuan khusus yang ingin dicapai adalah Birokrasi yang transparan (terbuka) dan dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, dengan harapan sasaran umum dari Reformasi Birokrasi yakni terjadinya perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen pemerintahan.
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara telah mengisyaratkan bahwa nilai budaya keterbukaan harus dapat mewarnai perilaku aparatur negara dalam rangka peningkatan kinerja serta kualitas pelayanan publik secara berkelanjutan yang berorientasi pada terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) sebagai visi dari reformasi birokrasi.
Penerapan nilai budaya keterbukaan juga akan mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan pelayanan publik.
Harsanto Nursadi dalam Modul ” Penerapan Budaya Kerja Aparatur Negara (2006) ” menjelaskan bahwa dalam rangka menyusun strategi pelaksanaan budaya kerja harus diawali dengan strategi perubahan mindsetting (pola pikir), sikap dan perilaku, yang meliputi esensi penataan pola pikir dan strategi pencapaian penataan pola pikir.
Dari uraian diatas nampak bahwa untuk terwujudnya perubahan budaya kerja harus diawali perubahan pola pikir di lingkungan aparatur negara dan pada saat yang sama akan terlihat pada perubahan perilaku aparatur negara dalam melaksanakan tugas pelayanan publik sehari-hari.
Selanjutnya Harsanto Nursadi mengisyaratkan bahwa pola pikir yang telah terbentuk dilingkungan aparatur negara umumnya sudah rigid atau kaku, sehingga bila sesorang tersebut adalah aparatur negara yang juga seorang pimpinan, maka dalam menyelesaikan pekerjaannya cenderung menggunakan pola tertentu tanpa mau melihat kemungkinan-kemungkinan lain di luar pola yang sudah tertanam secara mendalam dan diyakini kebenarannya.
Menurut BAPPENAS prinsip keterbukaan sedikitnya memiliki 2 (dua) Indikator Minimal, meliputi :
- Selanjutnya dalam Undang Undang dimaksud, khususnya Pasal 1 Angka (1) dikatakan bahwa:pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Jika segala aspek penyelenggaraan pelayanan, khususnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban antara pemberi/penyelenggara layanan dengan pengguna layanan dapat diakses dengan mudah dan dipublikasikan secara terbuka sehingga mudah dipahami oleh publik, maka praktek penyelenggaraan tersebut memiliki tingkat keterbukaan yang tinggi, seperti : persyaratan, waktu, biaya, alur pelayanan, mekanisme pengaduan dan sebagainya.
Kalau kita melihat beberapa latar belakang dilaksanakannya Reformasi Birokrasi, antara lain : masih rendahnya kualitas penyelenggaraan pelayanan publik sehingga belum memenuhi harapan masyarakat serta tingkat keterbukaan dan akuntabilitas yang masih rendah (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi), maka keterbukaan merupakan konsep yang strategis sejalan dengan Visi Reformasi Birokrasi, yakni terwujudnya Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik pada tahun 2025.
- Menilai sampai sejauh mana kebijakan yang diambil oleh Pemerintah benar -benar berpihak kepada kepentingan publik dan para stakeholders.
- Mengkritisi dan mengambil sikap yang tepat manakala kebijakan publik tersebut tidak berorientasi dan memihak kepada kepentingan publik.
Dalam praktik masih sering dijumpai keterbatasan bahkan ketidakpahaman publik terhadap mekanisme dan proses pelayanan publik, sehingga pada gilirannya mengakibatkan munculnya permasalahan dalam pelayanan publik. Perlu disadari bersama bahwa kondisi tersebut sebagian besar sebagai akibat keterbatasan publik untuk memperoleh akses seluas-luasnya informasi kebijaksanaan pelayanan publik, sehingga berakibat rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai pengguna layanan, disamping juga dalam rangka untuk ikut mengevaluasi penyelenggaraan pelayanan publik.
- Karena keterbukaan merupakan salah satu prinsip utama, sehingga akan mempunyai peranan yang signifikanuntuk terwujudnya Good Governancesebagai Visi yang ingin dicapai dalam Program Reformasi Birokrasi
- Keterbukaan juga dapat membawa dampak terhadap peningkatan partisipasi dalam pelayanan publik, karena masyarakat akan berpartisipasi aktif manakala diberikan akses dan informasi yang seluas-luasnya dan mudah mengenal pelaksanaan kegiatan pelayanan publik, serta hak dan kewajibannya sebagai pengguna layanan.
- Keterbukaan juga memiliki keterkaitan yang erat dengan akuntabilitas publik, karena publik akan bersedia dan mampu untuk mengevaluasi kebijakan pelayanan publik, seandainya publik diberi kesempatan yang seluas-luasnya dan mudah untuk mengakses dan memperoleh informasi terhadap kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh Birokrasi sebagai penyelenggara/penyedia layanan
- Keterbukaan juga akan menberikan kontribusi yang sangat besar dalam upaya penegakkan hukum dan pemberantasan KKN. Karena publik dapat menjadi apatis dalam menyikapi upaya penegakkan hukum dan pemberantasan KKN sebagai akibat aparat penegak hukum yang seringkali tidak transparan dalam proses penegakkan hukum dan praktek “ tebang pilih “.
1. Mengukur tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan layanan publik.Penyelenggara layanan harus mendisiminasikan informasi dan memberikan akses yang mudah bagi para pengguna layanan untuk mengetahui informasi berbagai aspek layanan publik, antara lain persyaratan, waktu, biaya dan terutama hak dan kewajiban penyelenggara maupun pengguna layanan. Untuk itu penyelenggara layanan harus memiliki komitmen yang kuat untuk mensosialisasikan semua aspek layanan publik
3. Kemudahan untuk memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik.
Beberapa permasalahan pola pikir aparatur negara masih sering dijumpai di lapangan dalam praktek penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa nilai budaya keterbukaan belum berjalan dengan baik, antara lain :
kelihatan antara lain kelambatan dalam pelayanan, masih sering
- Semangat dan etos kerja yang rendah atau ”kurang greget” untuk
dalam pelayanan publik belum memenuhi harapan masyarakat.
Keterbukaan dalam pelayanan publik masih menghadapi banyak kendala yang cukup komplek, baik yang berkaitan dengan sumberdaya aparatur, mekanisme dan prosedur pelayanan sebagaimana diungkap oleh Agus Dwiyanto (2005), dalam tulisannya yang berjudul Transparansi Dalam Pelayanan Publik, antara lain :
1. Kurangnya komitmen dari penyelenggara / penyedia layanan publik untuk
2. Struktur Birokrasi yang hierarkhis dan cenderung menciptakan arus informasi yang vertikal sehingga menjadi kendala dalam mewujudkan transparansi pelayanan publik.
tentang aspek-aspek penyelenggaraan pelayanan publik
- Tingkat pendidikan dan pengetahuan sebagian masyarakat yang masih rendah.
Kebijakan atau langkah untuk mengembangkan dan mewujudkan keterbukaan di bidang pelayanan publik sudah banyak dilakukan dengan berbagai macam cara atau metode, antara lain salah satu cara menurut Erwan Agus Purwanto (2005) dalam makalahnya yang berjudul Pelayanan Publik Partisipatif dalam Agus Dwiyanto (2005) adalah dengan mengembangkan Citizen’s Charter atau Cient ’s Charter (Kontrak Pelayanan), yaitu adanya standar pelayanan publik yang ditetapkan berdasarkan masukan pelanggan, dan penyelenggara/pemberi layanan berjanji untuk memenuhinya.
Selanjutnya Erwan Agus Purwanto mengatakan bahwaCitizen ’s Charter ini pada dasarnya merupakan suatu bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggarakan pelayanan publik dimana para pemberi dan pengguna layanan, serta pihak yang berkepentingan ( stakeholders ) sama-sama membuat dan meyepakati suatu kontrak pelayanan menyangkut prosedur, waktu, biaya, dan cara pelayanan
Dari uraian diatas kebijakan menyusun Citizen ’s Charter dapat diperoleh beberapa manfaat, antara lain :
- Adanya kejelasan hak dan kewajiban antara pemberi dan pengguna
2 . Sebagai alat monitoring dan evaluasi bagi pengguna layanan
3. Untuk mendorong partisipasi masyarakat sebagai mitra dalam
Berbagai instrumen dan upaya inovatif dalam rangka menindaklanjuti konsep Citizen ’s Charter,antara lain dalam Undang Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Menpan Nomor PER/20/M.PAN/04/2006 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik telah diatur tentang Standar Pelayanan Publik maupun Maklumat Pelayanan sebagai suatu bentuk pernyataan kesanggupan penyelenggara dalam melaksanakan pelayanan sesuai standar pelayanan dan harus dipublikasikan secara jelas dan luas sebagai suatu penginformasian kepada khalayak, sehingga mudah diketahui, dilihat, dibaca dan diakses oleh publik.
Selanjutnya beberapa saran yang dapat menopang perubahan pola pikir untuk mewujudkan nilai budaya keterbukaan dalam pelayanan publik, meliputi :
2. Harus dibangun sistem dalam Pelayanan Publik guna mewujudkan
3. Kegiatan sosialisasi kepada publik sehingga masyarakat semakin paham dan sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik, sehingga pada gilirannya akan dapat memacu tumbuhnya semangat partisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik
Daftar Pustaka
Dwiyanto, Agus (ed) (2005) Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Yogyakarta: Gajah Mada Universitiy Press
Nursandi Haranto, SH, M Si (2006), Modul Penerapan Budaya Kerja Aparatur Negara, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara RI, Jakarta
Kinanto, Tasdik (2011), Tak Dapat Ditawar PNS Harus Disiplin,
http :/menpan go id.index.php/berita-indwx/745-tasdik-kinanto-tak-dapat-ditawar-pns-harus disiplin
Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, (2008) KementerianPendayagunaan Aparatur Negara, Jakarta
Peraturan Perundang-Undangan
Undang Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/20/M.PAN/04/2006 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dengan Partisipasi Masyarakat, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja
16 02 2015 08:10:16