TINJAUAN KASUS REFORMASI PELAYANAN PUBLIK Best Practice pada PT. Kereta Api Indonesia Era Kepemimpinan Ignasius Jonan
Oleh : Drs. Joeliono Widyaiswara pada Kantor Diklat Kabupaten Banyumas
Abstrak
Untuk membenahi manajemen pelayanan yang sudah carut marut, kualitas SDM yang belum dapat dibanggakan, praktek kotor dan perilaku koruptif yang terjadi dalam tubuh PT. KAI (Persero) sebelum tahun 2009 sudah berjalan bertahun-tahun, sehingga memerlukan ”leadership reform”. Penunjukkan Ignasius Jonan sebagai Direktur Utama telah memberikan bukti untuk terjadinya perubahan-perubahan yang sangat signifikan guna terwujudnya pelayanan yang berkualitas di bidang perkeretaapian sebagai hasil dari kerja keras, pengabdian yang tulus dan sinergitas yang dibangun dan disiplin tinggi dari seluruh jajaran direksi beserta stakeholders lainnya.
Kata Kunci : Jonan, manajemen pelayanan, perkeretaapian.
Mencermati kembali kinerja pelayanan publik pada PT. Kereta Api Indonesia (selanjutnya disingkat PT. KAI) di masa lalu sebelum tahun 2009 telah memberikan kesan kepada publik suatu situasi yang kumuh, semrawut, berdesak-desakan, penuh praktek percaloan, tidak tepat waktu, tidak aman, tidak nyaman dan kurang terjaminnya faktor keselamatan maupun kesan lainnya yang berkonotasi negatif. Kondisi ini sudah berlangsung sangat lama sepanjang sejarah perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi darat, bahkan sejak transportasi kereta api dikelola oleh pemerintah Indonesia, Kondisi tersebut semakin parah sebagai akibat terus meningkatnya jumlah penumpang pada setiap tahunnya yang tidak diimbangi dengan bertambahnya atau meningkatnya jumlah dan mutu sarana dan prasarana kereta api karena banyak yang sudah udzur dimakan usia, Belum lagi kalau kita lihat.kualitas pelayanan dan kompetensi Sumber Daya Manusianya serta praktek-praktek kotor, seperti praktek percaloan, pembayaran ticket yang tidak semestinya yang masih sering mewarnai perilaku petugas. Sehingga berita yang muncul melalui media massa dan sosial pada waktu itu hanya berita tentang keterlambatan yang sangat parah baik saat pemberangkatan maupun kedatangan kereta api, berita kecelakaan, kereta anjlog, macet karena kerusakan mesin atau rel di tengah jalan, berdesak desakannya penumpang terutama pada saat arus mudik dan arus balik selama lebaran, penumpang yang tidak mendapat tempat duduk, sehingga terpaksa harus berdiri atau duduk di toilet, ditambah pelayanan yang masih sangat jauh dari memuaskan publik atau pengguna layanan kereta api. Kondisi seperti inilah yang membuat pemerintahan SBY-JK berfikir keras untuk mencari solusi guna mengatasi permasalahan yang sudah sedemikiian carut-marut, sehingga sampai pada suatu kesimpulan perlunya dilakukan ”Leadership reform”, yakni penggantian dan penunjukkan orang-orang di jajaran direksi yang memiliki kapasitas ekstra, dan dapat menjadi ”manager sekaligus leader” untuk membenahi manajemen pelayanan pada PT. KAI (Persero). Setelah melalui berbagai pertimbangan akhirnya menunjuk Ignasius Jonan sebagai Direktur Utama dan pelantikannya dilaksanakan pada tgl. 25 Pebruari 2009 salah satunya atas dasar masukan dari Sofyan Djalil sebagai Menteri Negara BUMN pada waktu itu. Sebagaimana ditulis oleh Hadi M. Djuraid dalam bukunya ” Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia ” (2014), pertimbangan atau latar belakang penunjukkan Ignasius Jonan antara lain permasalahan yang dihadapi PT. KAI menyangkut beberapa aspek yang sangat strategis sebagaimana disampaikan Sofyan Djalil sebagai Menteri Negara BUMN pada saat acara pelantikan Jonan Sebagai Direktur Utama PT. KAI, bahwa tantangan besar yang harus diselesaikan oleh jajaran direksi baru, meliputi pelayanan, pengelolaan aset yang sangat besar dan peningkatan kualitas SDM. Semula baik dikalangan internal maupun eksternal perusahaan sebagian masih meragukan kemampuannya untuk dapat membenahi perkeretaapian di Indonesia yang kondisinya sudah sedemkian parah terutama dilihat dari aspek manajemen pelayanannya , karena melihat latar belakang pengalaman (track-record) Ignasius Jonan yang selama ini lebih banyak berkarier di bidang keuangan dan perbankan sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Sebelum memulai langkah pembenahan, Jonan menggunakan waktu penyesuaian yang sedemikian cepat tapi pasti, cukup 2 (dua) bulan mempelajari seluk-beluk PT. KAI sebagai tempat baru sekaligus sebagai orang luar untuk selanjutnya mengambil start dan ”tancap gas” melakukan pembenahan-pembenahan manajemen pelayanan dengan bertopang pada 4 (empat) pilar utama, yakni pelayanan, kenyamanan, keselamatan dan ketepatan waktu, disamping pembenahan pada ranah yang lain seperti pengelolaan aset maupun pembenahan SDM.
Sudah menjadi komitmen Jonan, bahwa manakala PT. KAI ingin meningkatkan kualitas pelayanan dan menjadi perusahaan transportasi terbaik, maka harus melakukan perubahan-perubahan secara menyeluruh dan mendasar baik menyangkut manajeman maupun SDM nya. Tanpa ada perubahan PT.KAI akan semakin terpuruk pada suatu lembah kesan buruk di mata publik sebagai pengguna layanan transportasi. Perubahan menuju kearah perbaikan tidak serta merta berjalan mulus, tantangan baik dari internal maupun eksternal perusahaan muncul di permukaan sebagai indikasi masih adanya resistensi terhadap perubahan itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Rhenald Kasali dalam bukunya ”Change” (2005) yang menjadi ” best seller” bahwa : kita bisa membecinya karena change mengancurkan sesuatu yang sudah bertahun-tahun berjalan dengan normal. Seperti badai tsunami, atau tornado, ia mempunyai kekuatan menghancurkan yang luar biasa. Setelah itu, hal-hal yang dimunculkannya tampak begitu strange, Aneh. Kita pun menolaknya. Bahkan melawannya. Tapi hal yang baru itu bukannya binasa melainkan malah tumbuh dan menjadi besar. Langkah awal yang dilakukan Jonan dalam membenahi kondisi PT.KAI yakni mengangkat dan mengisi orang-orang baru pada level direksi baik berasal dari lingkungan internal maupun eksternal, karena dalam manajemen maupun dunia bisnis, ”the man behind the gun ” pada akhirnya menjadi aktor penentu keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai Visi dan Misi nya.
Diantara berbagai langkah strategis yang dilakukan oleh Jonan, salah satunya yaitu membangun budaya perusahaan (corporate culture) yang baru melalui penerapan Teknologi Informasi (TI) yang baru sesuai dengan dinamika perkembangan TI sendiri dan tuntutan kebutuhan pelayanan.
Langkah tersebut didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa perubahan dan penanaman budaya korporat baru tidak cukup kalau hanya melalui instruksi, penerbitan Juklak (Petunjuk Pelaksanaan) atau SOP (Standard Operating Procedurs), tetapi dibutuhkan leadership yang tangguh dan tahan banting, mampu menjadi teladan, mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perubahan itu sendiri dan didukung dengan system yang handal agar budaya korporat dapat dipelihara dan survive.
Melihat pengalaman kegagalan-kegagalan dalam penerapan TI yang dialami perusahaan lain yang sebagian besar disebabkan oleh biaya pengadaan dan pemeliharaan yang cukup tinggi, juga perkembangan TI sendiri yang begitu cepat seringkali tidak bisa diikuti oleh perusahaan, maupun keterbatasan kompetensi SDM dan yang lebih ironis lagi kurangnya dukungan dari pimpinan puncak. Maka penerapan TI di PT. KAI ditempuh tidak secara sendiri atau parsial, tetapi bersinergi dengan agenda transformasi bisnis perusahaan lain dengan tahapan(milestone) yang jelas. Yang menarik untuk dikaji disini adalah seperti yang ditulis oleh M. Kuncoro W (Managing Director HCM and IT PT. KAI, Board Advisory Community) dalam tulisannya yang berjudul ” Penerapan Teori John P. Kotter Pada Kesuksesan Implementasi PT. KAI ” (https://www.ciocommunity.com). Antara lain dikatakan bahwa sebenarnya Teori Perubahan Kotter lebih banyak diterapkan pada manajemen sumber daya, tetapi teori tersebut di PT. KAI diterapkan secara simultan dengan perubahan budaya perusahaan. Selanjutnya oleh penulis diatas dijelaskan pula, bahwa penerapan Teori Kotter dalam Impelementasi TI dilingkungan PT. KAI, yang secara garis besarnya dikatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip Kotter diawali dengan perubahan organisasi Pusat Sistem Informasi, dengan maksud agar penerapan TI dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan perubahan budaya perusahaan. Selain itu dengan transformasi sistem informasi ini dapat membantu manajemen dalam proses pengambilan keputusan secara cepat dan akurat.
Pentahapan kegiatan penerapan TI dengan menggunakan Teori Kotter meliputi Pertama, menciptakan urgensi untuk terjadinya perubahan. Pada tahapan ini dilakukan pemotretan kondisi yang ada dan merumuskan langkah –langkah tindak lanjut untuk mempersiapkan aplikasi yang dapat memberikan manfaat kepada semua pihak baik internal maupun eksternal dengan cepat tetapi dengan biaya yang relatif rendah. Antara lain membangun Web Korporasi dan system e-mail yang baru.
Kedua, membangun koalisi yang kokoh, antara lain mengambil langkah untuk merekrut para profesional TI yang baru untuk penguatan SDM sekaligus menjadi inisiator dalam membangun koalisi dengan pihak internal guna memperoleh dukungan, maupun eksternal yang terlebih dahulu telah menerapkan TI.
Ketiga, Mengembangkan visi dan strategi perusahaan, yakni dengan membuat Visi dam Misi IT diwujudkan dalam bentuk Master-Plan atau Blue Print TI 2011-2015 yang berisi strategi dan rencana pengembangan teknologi informasi KAI untuk 5 tahun kedepan.
Keempat, meningkatkan kemampuan untuk mengkomunikasikan visi perubahan, agar proses pencapaian visi dan misi akan mendapat dukungan oleh para stakeholders internal maupun eksternal.
Kelima, memberdayakan untuk pencapaian visi dan misi perusahaan. Maka dalam pengembangan sistem dan teknologi informasi dimulai dengan pelibatan SDM sebagai bagian terpenting dari proses transformasi IT di PT.KAI.
Keenam, perencanaan dan penciptaan short-term wins, yakni dengan memberdayakan sumber daya yang ada tetapi dapat memberikan dampak yang cukup signifikan, antara lain diwujudkan dalam bentuk partisipasi dalam berbagai kompetisi penghargaan TI yang diselenggarkan pihak luar.
Ketujuh, melakukan konsolidasi berbagai manfaat perubahan, untuk mendorong terjadinya perubahan yang berkelanjutan. Selain dari pada itu juga memfasiltasi karyawan dengan berbagai perangkat mobile, untuk memudahka komunikasi dan koordinasi seluruh karyawan yang tersebar di berbagai pelosok tempat tugas, dan kedelapan, mulai menerapkan sistem Enterprise Resource Planning (ERP) dan Rail Ticketing Systems (RTS) untruk semakin memperbaiki proses bisnis sekaligus meningkatkan kualitas layanan kepada pelanggan.
Agar transformasi dapat memberikan hasil yang positif kepada organisasi , maka harus memenuhi beberapa persyaratan seperti ditulis oleh Rhenald Kasali (2005), yakni : pertama, Leadership yang kuat, dalam hal ini dibutuhkan pemimpin yang mau bekerja keras dan berani mempertaruhkan jabatan dan kedudukkannya untuk menghadapi permasalahan yang berat dan komplek. Kedua. dukungan bawahan, dalam arti pemimpin yang kuat tidak akan ada artinya manakala tidak didukung oleh bawahan yang rela mengorbankan, waktu, tenaga, pikiran, dan masa depan untuk menciptakan perubahan. Ketiga, komunikasi yang jelas, karena transformasi nilai membutuhkan komunikasi baik verbal maupun non-verbal agar dapat mencapai tujuan. Keempat, komitman pimpinan , harus terbangun baik dalam diri pemimpin sendiri maupun staf dalam mewujudkan visi dan misi organisasi.
Namun demikian Jonan dapat memberikan jawaban semua ini, sehingga secara bertahap dan berkelanjutan terjadi perubahan - perubahan yang sangat signifikan, nyata dan mendasar berkat kepemimpinannya yang dilandasi iktikad mulia, tegas, kerja keras, pengabdian yang tulus, jauh dari kepentingan atau ambisi pribadi, disiplin tinggi dan ”people oriented” (memanusiakan manusia), yang diawali dengan upaya untuk merubah mindset para karyawan di lingkungan PT. KAI dari ”product oriented” lebih kearah ”customer oriented”, merubah mental feodalisme kearah mental egaliter.
Menyadari pentingnya peranan SDM dalam membenahi permasalahan di tubuh PT. KAI, khususnya dalam posisisnya sebagai service-company yang harus memberikan pelayanan publik yang berkualitas, maka dalam rangka penguatan dan peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM Jonan mengambli beberapa langkah, antara lain : pertama, mengembangkan, merit system secara konsisten dan transparan, bersamaam dengan penerapan reward and punishment system yang tegas dan tidak pandang bulu. Promosi atau mutasi jabatan tidak didasarkan pada jenjang Ijasah atau nepotisme, maupun pertimbangan like and dislike, tetapi didasarkan pada kinerja yang dicapai dan tanggung jawab yang diembannya. Dikatakan oleh Hadi M. Djuraid (2014), bahwa Jonan bisa mentolerir kesalahan yang dilakukan bawahan karena keterbatasan kompetensi yang dimiliki, tetapi manakala bawahan melakukan penyimpangan yang berkaitan dengan kejujuran atau integritas maka tidak akan ada ampun lagi. Kebijakan Jonan seperti ini terbukti dengan beberapa pejabat yang terpaksa dimutasi karena kesalahan atau dinilai kurang berhasil dalam melaksanakan tugas, sebaliknya beberapa staf dipromosikan pada jabatan strategis karena prestasi atau kinerjanya yang baik, walaupun seringkali latar belakang pendidikan formalnya kurang memadai. Memang perubahan seringkali membawa korban atau perasaan yang tidak nyaman terutama bagi mereka yang tidak mampu untuk beradaptasi dan ingin bertahan pada status quo, tetapi semuanya itu pada akhirnya akan membawa kemlasahatan bagi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Kedua, peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan dalam jabatan, ketiga, penerapan IT di bidang pengelolaan data kepegawaian. Keempat, mengirimkan SDM ke luar negeri untuk melakukan bench-marking, hospitality, seperti Perancis, Jepang, Cina, Spanyol untuk belajar masalah perkeretaapian dan sekaligus menambah wawasan dari negara yang memiliki manajemen pelayanan kereta api kelas dunia, sehingga jangan sampai terjadi dalam diri para karyawan memiliki wawasan ibarat seperti ”katak dalam tempurung”. Sampai dengan tahun 2013 kurang lebih 1200 karyawan telah diberangkatkan ke luar negeri, sebagian besar ke Cina , kelima, beberapa karyawan harus menjalani pensiun dini, sebaliknya merekrut tenaga-tenaga muda yang memiliki prestasi akademis atau kompetensi teknis yang tinggi setelah melalui suatu seleksi yang cukup ketat atau melalui jalur khusus bekerjasama dengan lembaga swasta yang berkompeten untuk menseleksi tenaga yang berkualitas. Rupanya Jonan terobsesi untuk mempersiapkan SDM yang masih muda, semangat tinggi, punya integritas dan mampu menciptakan susana kerja baru yang penuh gairah dalam membenahi permasalahan yang dihadapi oleh PT. KAI, sekaligus untuk menjadikan PT. KAI sebagai salah satu BUMN terbaik. Jonan punya prinsip bahwa perekrutan tenaga-tenaga terbaik bukan semata-mata untuk meningkatkan kinerja perusahaan, tetapi yang jauh lebih penting lagi dalam rangka mempersiapkan pemimpin di masa depan, dan keenam, untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan untuk membenahi sistem renumerasi dengan cara memberikan berbagai macam tunjangan kerja, seperti tunjangan kinerja, tunjangan khusus pegawai operasional, tunjangan komunikasi, bahkan tunjangan resiko dan sebagainya. Untuk menentukan besaran masing-masing tunjangan yang diterima didasarkan pada kinerja, tanggung jawab dan beban kerja. Dengan meningkatnya kesejahteraan karyawan ternyata benar-benar dapat memberikan dampak positif kepada para karyawan, bahkan termasuk para pensiunan, kinerja juga semakin meningkat, kebocoran uang negara sebagai akibat perilaku koruptif dapat ditekan seminimal mungkin.
Strategiuntuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, PT. KAI sebagai perusahaan penyedia jasa layanan penumpang dan barang, sebagaimana ditulis oleh Hadi M. Djuraid (2014) ditempuh melalui beberapa input utama, yakni : pemanfaatan teknologi informasi dalam penyebaran informasi dan peningkatan pelayanan publik, program hospitality dan bench-marking ke luar negeri sebagaimana telah penulis paparkan sebelumnya, mengadopsi standar internasional dalam bentuk sertifikasi ISO untuk aspek yang mendukung layanan publik, dan komitmen manajemen dalam peningkatan pelayanan publik yang berkelanjutan.
Langkah inovatif yang dilakukan Jonan dalam membenahi pelayanan melalui pendekatan E-Ticketing, dintaranya dengan memanfaatkan Teknologi Informasi melalui Rail Ticketing System (RTS) yakni pembelian ticket secara on-line, guna menghindari terjadinya penumpukan antrean di loket seperti pemandangan umum yang biasa terjadi pada saat menjelang lebaran atau liburan sekolah, dengan menjalin kerjasama dengan PT. Pos, Indomart, Alfamart, sehingga pembelian tincket bisa dilakukan di banyak tempat dan tidak terkonsentrasi pada satu titik di loket stasiun, melaui Outlet dan pembayaran dapat dilakukan melalui ATM atau payment point, pemesanan juga dapat dilakukan secara on-line melalui situs www..kereta-api.co.id, bahkan sudah mulai diluncurkan official mobile aplication, yakni cara pembelian ticket melalui smartphone Langkah tersebut dibarengi dengan kebijakan One Seat One Passenger dan Boarding System, setiap penumpang yang akan masuk ke peron harus menunjukkan ticket dan Kartu Identitas untuk dicocokkan dan nama yang tercantum di ticket harus sama dengan Kartu Identitas. Langkah tersebut membawa dampak yang sangat besar dalam rangka men-disiplin-kan petugas maupun publik sendiri sebagai pengguna layanan transportasi. Dengan kebijakan tersebut membuat praktek percaloan kehilangan ruang gerak dan dibuat ”mati kutu”. Pengalaman memberikan pembelajaran yang sangat baik, bahwa dalam upaya mengatasi perilaku kotor praktek percaloan, beli ticket diatas maupun praktek KKN oleh petugas tidak cukup hanya dengan slogan, kampanye, pemasangan spanduk dan lain-lain yang sudah biasa dilakukan di stasiun - stasiun besar di masa lalu, tetapi juga harus melalui metode yang jitu seperti yang dilakukan oleh Jonan, karena fakta selama ini mengindikasikan bahwa praktek percaloan tumbuh subur karena adanya kerjasama dengan ”orang dalam” sehingga kebocoran banyak terjadi. Dan masih banyak langkah lain dalam rangka penerapan E-Ticketing yang dilakukan PT. KAI era kepemimpinan Ignasius Jonan.
Untuk lebih menjamin keselamatan dan keamanan penumpang kereta api, maka pembangunan dan penyegaran armada harus dilakukan dengan melihat ketersediaan armada yang semakin terbatas, banyak yang rusak dimakan usia sehingga jajaran direksi memutuskan mulai tahun 2009 untuk pengadaan lokomotif dan gerbong baru secara besar-besaran yang didatangkan dari perusahaan di luar negeri, seperti General Electric di Amerika untuk mengganti armada yang sudah rusak parah dan tidak mungkin diperbaiki lagi, juga menarik KRL Ekonomi Non-AC dan mengganti dengan ber-AC. Selain dari pada itu juga perbaikan sinyal dan antisipasi gangguan track circuit karena disambar petir, disamping pembangunan rel kereta api double track untuk menambah jalur baru.
Langkah yang penuh kontroversial terjadi pada saat Jonan melakukan penggusuran pedagang asongan yang terdapat di setiap stasiun KA. Berbagai reaksi dari para pedagang asongan termasuk mahasiswa UI memberikan kritik yang keras, tetapi kritik dari berbagai pihak tersebut ditanggapi oleh Jonan dengan memberikan klarifikasi, bahwa PT.KAI tidak menggusur tetapi ingin menarik kembali aset yang dimiliki dan diserobot oleh mereka, Sedangkan pembinaan terhadap para pedagang asongan adalah menjadi domain kewenangan Pemda setempat. Langkah tersebut dimaksudkan untuk menjadikan areal peron sepenuhnya menjadi tempat pelayanan para penumpang, sehingga membutuhkan lahan yang luas, bersih dan nyaman disamping untuk menyediakan lahan parkir yang memadai sejalan dengan semakin membludaknya jumlah penumpang dan kendaraan.
Di bidang pengelolaan aset yang begitu besar dan tersebar dibrbagai lokasi yang dimiliki PT. KAI, seperti lahan dan bangunan kuno jajaran direksi dibawah kepemimpinan Jonan mengambil kebijakan untuk menyerahkan sepenuhnya pengelolaannya kepada PT KA. Property ( aalah satu anak perusahaan PT. KAI untuk optimalisasi pemanfaatannya dalam rangka menambah pendapatan dengan cara pembangunan mall maupun pusat pembelanjaan yang sifatnya komersial. Kebijakan tersebut merupakan langkah yang tepat dengan pertimbangan agar PT. KAI sebagai service company akan dapat lebih berkonsentrasi pada layanan transportasi.
Demikian beberapa langkah pembenahan yang dilakukan secara ”all out” oleh jajaran direksi PT. KAI untuk terwujudnya pelayanan yang berkualitas, transparan dan akuntabel.
Dari kerja keras yang tulus, sinergitas dengan para stakeholders yang terbangun secara konstruktif, banyak acungan jempol yang ditujukan kepada jajaran direksi PT. KAI. Salah satu prestasi yang benar-benar dirasakan oleh publik sebagai pengguna layanan, yakni situasi di setiap stasiun KA pada saat menjelang lebaran tahun 2012, kelihatan lebih bersih, tertib, semua penumpang semakin nyaman dan semua dapat tempat duduk, sudah tidak ada lagi antrean panjang di loket, penumpang saling berebut dan berdesakkan, bersih dari praktek percaloan, sikap petugas KA yang simpatik dan murah senyum. Banyak pujian dan dorongan yang jujur dan tulus dari berbagai kalangan yang ditujukan kepada PT. KAI atas kinerja pelayanan yang semakin meningkat, juga berbagai penghargaan ataupun award yang diterima baik oleh Jonan dalam kapasitasnya sebagai pribadi maupun Direktur Utama PT. KAI, juga kepada PT. KAI sendiri sebagai perusahaan pelayanan jasa transportasi. Penghargaan diberikan baik oleh pemerintah maupun yang diperoleh di ajang lomba yang bergengsi. Sangat banyak prestasi yang telah dapat dicapai oleh jajaran PT.KAI selama kepemimpinan Ignasius Jonan, tetapi masih juga terdapat target pembenahan yang belum tercapai untuk menjadikan PT. KAI sebagai perusahaan transportasi yang dapat memberikan kepuasaan sepenuhnya kepada publik.
Selamat pak Jonan atas prestasi yang telah dicapai dan selamat atas pengangkatannya sebagai Menteri Perhubungan Republik Indonesia, sebagai salah satu wujud penghargaan dan kepercayaan yang diberikan oleh Pemerintah. Semoga dalam jabatan yang baru Pak Jonan akan dapat mewujudkan moda transportasi tidak hanya di bidang perkeretaapian, tetapi di semua lini akan semakin moncer.
JAYA DI DARAT . . . LAUT . . . . DAN DI UDARA. Amin !
Daftar Pustaka
Djunaid, M, Hadi (2014), Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia, Penerbit PT. Mediasuara Shakti-BUMN Track
Kasali, Rhenald, Ph.D (2005), Change, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Kuncoro, M, W, Penerapan Teori John P. Kotter Pada Kesuksesan Implementasi PT. KAI, (https://www.ciocommunity.com)
24 02 2015 14:21:01