Tokoh di Banyumas Ikuti Sarasehan Demokrasi
Tokoh di Banyumas Ikuti Sarasehan Demokrasi
BANYUMAS : Perwakilan tokoh agama, masyarakat dan pemuda dari berbagai kecamatan di Kabupaten Banyumas, mengikuti serasehan dan diskusi bertemakan demokrasi, Rabu (5/10/2016) di Hotel Dominic Purwokerto. Sarasehan dan diskusi yang digelar Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Banyumas diikuti tak kurang dari seratus orang.
Kasi Politik dan Kewaspadaan Nasional Kantor Kesbangpol Drs Eko Budi Siswanto mengatakan salah satu sasaran diskusi ini adalah memberikan penekanan sejauh mana kelangsungan demokrasi di kalangan masyarakat. “Karena para tokoh menjadi ujung tombak dalam menyampaikan pemahaman tentang demokrasi di masyarakat,” terangnya.
Pembicara diskusi yaitu Ketua KPU Kabupaten Banyumas, Unggul Warsiadi, SH MH, Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan UMP, Prof dr Tukiran Taniredja, MM dan Dyah Siti Septiningsih pengajar Fakultas Psikologi UMP Purwokerto.
Ketua KPU Banyumas Unggul Warsiadi menyampaikan materi demokrasi dalam Undang-undang Pilkada Serentak. Unggul menyampaikan perbandingan pemilu di Indonesia tahun 1999-2014. Secara bertahap Indonesia akan melakukan pemilu serentak. “Untuk menuju pemilu serentak, mulai 2015 sudah mulai dilakukan pemilihan kepala daerah serentak, Tahun 2019 baru bisa dilakukan serentak pemilihan legislatif dan presiden, dan baru tahun 2024 kita simulasikan akan bisa pemilu serentak antara Pileg, Pilpres dan Pilkada,” kata Unggul.
Unggul menambahkan segala aspek yang terkandung dalam demokarai harus bisa dipahami oleh masyarakat sejak dini. “Maka dari itu, peran penting dari tokoh yang ikut memberikan pemahaman kepada lingkungan tetang demokrasi,” tambahnya.
Dyah Siti Setyaningsih membawakan materi demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mengatakan demokrasi dalam masyarakat dan bernegara yang psikologis terdiri dari empat pilar, yaitu soft skill, hard skill kecerdasan emosi dan jenis kelamin.
“Keempat psikologis itu akan berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam memilih”, katanya.
Sedangkan Prof Dr Tuliran Taniredja menyampaikan materi demokrasi berbangsa dan bernegara. Menurutnya demokrasi pada era orde baru terjadi pembatasan hak-hak politik rakyat. Pemusatan kekuasaan ditangan presiden, pemilu dinilai tidak demokratis.
“Setelah reformasi terjadilah berbagai tuntutan antara lain penghapusan Dwi fungsi Abri, penegakan hokum, HAM dan pemberantasan KKN, otonomi daerah, kebebasan pers dan mewujudkan kehidupan demokrasi,” katanya.
Buah dari reformasi saat ini adalah undang-undang politik. “Presiden dan wakil presiden dipilih langsung, seluruh anggota MPR diplih rakyat, penghapusan dwifungsi ABRI dan pilkda secara langsung,” tambahnya.
Kamis, 06 Oktober 2016