Sosialisasi Gratifikasi Pemkab Banyumas Hadirkan Narasumber KPK
Sosialisasi Gratifikasi Pemkab Banyumas Hadirkan Narasumber KPK
Kegiatan sosialisasi gratifikasi yang digelar oleh Pemkab Banyumas menghadirkan dua narasumber yang berasal dari Team Leader 1 Direktorat Gratifikasi yaitu Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Asep Rahmat dan Anjas Prasetyo. Kegiatan yang di gelar di Aula Bank Jateng Purwokerto, Kamis (30/08) mengahdirkan peserta antara lain Bupati dan Forkompinda, Pimpinan dan anggota DRPD, Staf Ahli, Sekda, Asisten, Kepala SKPD, Pimpinan BUMN/BUMD, Kepala Bagian dan Kasubag, Camat dan perwakilan pengusaha Banyumas.
PJ Bupati Budi Wibowo berharap sosialisasi ini bisa menjadi sarana pencerahan, membangun kesamaan pemahaman, sekaligus komitmen segenap pegawai negeri, pejabat negara dan pengusaha di Kabupaten Banyumas, untuk bersama-sama mencegah, menghindari, dan melawan segala bentuk tindak pidana korupsi, termasuk di dalamnya gratifikasi.
“Tindak pidana korupsi (tipikor) tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah membawa berdampak masif seperti efek domino yang berantai pada sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik pada bidang ekonomi, sosial, politik/demokrasi, akhlak dan moral, hukum, kode etik profesi, budaya, pajak, sumber daya manusia, dan lainnya,” kata Pj Bupati
Pj Bupati juga menyampaikan bahwa dalam rangka pencegahan korupsi / gratifikasi, Pemerintah Kabupaten Banyumas telah membuat kebijakan dengan Peraturan Bupati Banyumas Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyumas
“Peraturan tersebut dibuat dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Banyumas perlu dikelola untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme,” kata Budi Wibowo
Asep Rahmat sebagai pembicara pertama mengatakan definisi gratifikasi berarti pemberian dalam arti luas, bisa benbentuk uang, barang, komisi, tiket perjalanan, perjalanan wisata, fasiltas penginapan, pinjaman tanpa bunga dan fasilitas lainya. Menurutnya gratifikasi merupakan akar dari korupsi. Pengawai negeri atau penyelenggara negara yang terbiasa menerima gratifikasi lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain seperti suap, pemerasan dan korupsi lainnya.
“Ada kalanya pejabat itu ketika tidak mendapat gratifikasi akhirnya akan meminta dengan paksaan, atau menggunakan uang negara yang menjadi kuasanya,” katanya mencontohkan.
Sementara itu Anjas Prasetyo menyebut praktek pemberian adalah wajar dan netral, yang ada dalam aturan agama, budaya, pergaulan dan etika karena hubungan baik, yang sama sekali tidak terkait dengan jabatan. Namun demikian ada pemberian atau gratifikasi itu yang dianggap suap apabila pemberian itu karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
“Untuk itu kita selaku aparatur dan pejabat negara, harus berintegritas, dengan berani menolak gratifikasi, namun demikian terkadang gratifikasi tidak berhadapan langsung dengan pemberi maka langkah yang tepat adalah melaporkan,” katanya.
Anjas menambahkan orang Indonesia masih banyak yang jujur, namun sedikit yang berintegritas. Untuk itu dia mengajak karena yang hadir adalah para pimpinan, untuk memberi tauladan yang baik dalam penolakan gratifikasi dangan cara pengawasan melekat.
“Akan lebih cepat penanganan korupsi dan gratifikasi melalui tauladan pimpinan, anak buah berintegritas akan kalah dengan lingkungan yang kurang baik. Maka dengan pimpinan berintegritas akan tercipta organisasi yang berintegritas yang otomastis anti gratifikasi maupun korupsi,” tambahnya.
Jumat, 31 Agustus 2018