Sukses Usaha E-Coprint di Tengah Pandemi, Raup Omset Puluhan Juta

Kabupaten Banyumas

Sukses Usaha E-Coprint  di Tengah Pandemi, Raup Omset Puluhan Juta

Sugiharti, warga Bantarsoka, Kecamatan Purwokerto Barat ini awalnya berprofesi sebagai penjahit baju namun akibat pandemi covid-19 memberikan dampak ekonomi yang cukup besar, akibatnya penghasilannya menurun karena rendahnya daya beli masyarakat.

Di tengah kesibukannya mengelola usaha jahitya, Ia juga mempelajari cara membuat kain e-coprint secara online yang kemudian ia praktikan dengan kain katun untuk dijadikan baju sendiri. Motif unik yang dihasilkan dari e-coprintnya tersebut memikat beberapa pelanggannya sehingga tak kala dibanjiri dengan pesanan e-coprint. Barulah diawal tahun 2019 ia berani memasarkan produknya melalui media sosial.

Melihat permintaan pasar e-coprint yang terus ada tentunya peluang ini dimanfaatkan oleh Sugiharti untuk fokus bergelut dengan usaha e-coprintnya.

“Akhir tahun 2018 Saya melihat di media sosial lagi ramai dengan e-coprint jadi mulai dari situ belajar melalui media online. Awalnya Saya praktik menggunakan daun jati, setelah itu mencoba membuat baju untuk sendiri. Kemudian pelanggan jahit saya ada yang tertarik yang akhirnya mulai awal tahun 2019 mulai memasarkan hasil e-coprint melalui media sosial Instagram dan facebok. Karena laris dan permintaan e-coprint ini terus ada, Saya melihat peluang usaha ini lebih ternyata menjanjikan dari situ melepas usaha menjahit dan focus dengan e-coprint” jelas Sugiharti pemilik E-coprint C’mey Modiste, Senin (14/09).

Proses pembuatan e-coprintnya sendiri hanya memakan waktu 3 jam dengan menggunakan 2 kain yaitu kain utama dan kain blanket. Kain utama yang sudah direndam dengan pewarna ini kemudian dibentangkan dan disusun daun atau bunga yang kemudian di tutup dengan kain blanket setelahnya ditutup dengan plastik dan digulung dengan dengan dengan paralon agar motif tidak bergeser. Penggunaan 2 kain tersebut dilakukan untuk proses mentransfer pewarna alami selama proses perebusan.

Daun dan bunga yang digunakan bisa berupa apa saja yang ada di alam baik di pekarangan rumah, jalan atau bahkan rumput yang biasa di pinggiran got juga bisa di manfaatkan untuk ini.

Pewarnanya sendiri menggunakan pewarna alam dari kayu secang, kayu jambal, kayu tingi dan kayu tegeran yang direndam selama 24 jam kemudian direbus untuk menghasilkan warna.

“Kain utama yang  saya gunakan itu sutera,  karena dari serat alam juga jadi kualitanya juga bagus sedangkan blanketnya menggunakan kain rayon atau katun. Untuk prosesnya sendiri sebenarnya kalo teknik e-coprintnya hanya butuh 3 jam tapi untuk keseluruhan proses dari pembuatan pewarnanya sampe jadi itu sekitar 3 hari,” tuturnya sembari memperlihakan bahan-bahan pewarna dari kayu-kayuan tersebut.

Warga Bantarsoka itu juga menuturkan  saat ini ia telah mengembangkan usahanya dengan menggunakan media kulit sapi dan domba. Produk yang dihasilkanpun sudah beragam dari awal yang hanya menjual kain e-coprint dan baju kini sudah lebih banyak menghasilkan produk turunan seperti sepatu, tas, masker, wadah ID card, dompet dan sebagainya.

Saat ini Ia  sudah berhasil memasarkan produknya sampai keluar kota seperti Makasar, Palembang, Bandung dan Yogyakarta. Atas usahanya Ia mampu meraup omzet 15 juta perbulan.

“Harganya mulai satu juta rupiah, untuk blanketnya sendiri dimanfaatkan untuk dijadikan baju. Saya sekarang sedang mengembangkan menggunakan media kulit sapi dan domba untuk menghasilkan produk yang bervariasi,” ucapnya.

Sementara itu Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Kabupaten Banyumas, Retno Wulandari menjelaskan adanya pandemi ini banyak IKM yang banting stir dari usaha fashion menjadi usaha makanan. Berbeda halnya dengan usaha e-coprint ini memiliki keunikan sendiri dan masih banyak diminati. Pihaknya akan tetap mendorong dan membantu IKM untuk mempromosikan produknya salah satunya dengan melalui program Pasare Wong Banyumas dimana IKM dapat mempamerkan produknya.

“Banyak IKM dari usaha fashion karena daya beli masyarakat rendah akhirnya berinovasi beralih ke usaha makanan ataupun masker. Namun e-coprint ini berbeda dengan yang lain karena memiliki keunikan tersendiri dan kualitas bahan yang dipakai, selain itu permintaan pasar e-coprint cukup tinggi di pasaran,” kata Retno saat berkunjung ke pemilik E-coprint C’mey Modiste.

 


Rabu, 16 September 2020