Nuzulul Qur’an, Tonggak Kemanusiaan Perempuan
Diantara keistimewaan bulan Ramadlan adalah pada bulan inilah diturunkanya al-Qur’an ke bumi. Turunnya al-Qur’an ke bumi diperingati umat muslim pada setiap tanggal 17 Ramadlan sebagai peristiwa nuzulul Qur’an atau turunnya al-Qur’an.
Bagi umat islam secara keseluruhan, turunnya al-Qur’an adalah sesuatu yang bermakna besar karena menandai suatu revolusi kemanusiaan yang besar yang di bawa oleh Islam melalui ajaran-ajaranya yang terhimpun dalam al-Qur’an. Turunnya al-Qur’an di tandai dengan turunya wahyu pertama kepada nabi Muhammad saw berupa Qur’an surah al-‘Alaq : 1-5. Wahyu pertama yang menandai diangkatnya nabi Muhammad sebagai nabi akhir zaman tersebut dimulai dengan perintah membaca, sebuah isyarat yang memiliki dimensi makna yang maha luas. Dalam konteks kekinian, membaca bukan saja membaca secara harfiyah melafalkan huruf-huruf, lebih jauh dari pada itu membaca konteks, membaca situasi sosial ekonomi masyarakatnya, membaca dimensi politik yang melingkupinya, membaca sejarah hingga membaca pesan tersirat alam.
Kehadiran Al-Qur’an adalah tonggak bagi peradaban khairu ummah yang didasarkan pada sendi-sendi tauhid dan memberangus segala macam keberhalaan yang melahirkan sistem masyarakat yang oligarkhis, memperbudak sesama manusia, eksploitatif hingga berbagai perilaku jahiliyah yang tidak bertata moral. Islam membawa masyarakat pagan yang tribalisme kepada konsep masyarakat “ummah” yang mengedapankan nilai-nilai kesetaraan, kadilan, toleransi, dan perlakuan hukum yang sama. Dengan deklarasi “biismi rabbika”, islam hadir menentang segala eksploitasi dan diskriminasi atas nama apapun, termasuk di dalamnya atas nama gender atau jenis kelamin. Disinilah, kehadiran al-Qur’an mempunyai makna besar bagi perempuan secara khusus.
Kemanusiaan Perempuan Sebelum kehadiran al-Qur’an
Membaca sejarah kelam kemanusiaan perempuan, tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa-bangsa besar sebelum islam. Jazirah Arab tempat al-Qur’an diturunkan adalah sebuah wilayah yang yang berada di jalur penting perdagangan dunia karena berada di wilayah pantai yang menghadap ke Laut Merah, Samudera Hindia dan Teluk Persia. Baik bangsa Romawi maupun Persia menjadikan wilayah Arab sebagai jalur persinggahan perdagangan.
Secara budaya dan khazanah pemikiran, bangsa Arab sedikit banyak terpengaruh oleh budaya Mesopotamia klasik. Salah satu kodifikasi hukum yang menjadi rujukan antara lain adalah Kode Hammurabi yang dibuat oleh Raja Hammurabi. Keterpengaruhan nilai-nilai masyarakat Timur tengah dengan Kode hamurabi antara lain terlihat pada kitab-kitab tafsir yang banyak mengambil kisah-kisah Israiliyat. Dalam konteks nilai-nilai masyarakat yang berkembang saat itu, perempuan didudukkan menjadi jenis kelamin kedua (the second sex) di setiap level masyarakat. Sementara laki-laki banyak mendapatkan hak-hak istimewa sebaliknya perempuan ditempatkan dalam batasan-batasan yang ketat. Dalam Kode Hamurabi misalnya, kedudukan ayah atau suami memiliki kewenangan yang tidak terbatas. Perempuan yang dianggap tidak memenuhi kewajiban pada suaminya dalam hokum tersebut diperintahkan untuk dlemparkan ke dalam air. Perempuan masih dipandang sebagai harta yang dimiliki yang bisa diperlakukan sesuka hati.
Pada perkembangan selanjutnya ketika menjelang Islam lahir, perebutan kekuasaan antara Romawi, Persia dan berbagai kekuatan lain seperti Hindia turut memberikan pengaruh pada perkembangan masyarakat Arab. Nilai-nilai Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan Kitab Talmud turut memberikan nuansa nilai-nilai kemasyarakatan bangsa Arab termasuk dalam mendudukan perempuan. Perempuan pada saat itu masih ditempatkan sebagai jenis kelamin kedua yang harus tunduk pada otoritas laki-laki. Kemanusiaan perempuan tidak memiliki tempat yang berarti, hingga dalam masyarakat Arab mewujud dalam nilai perempuan sebagai komoditi yang bisa diwariskan bahkan menjadi aib kehadiranya ke dunia sehingga harus dibunuh ketika lahir.
Hikmah Nuzulul Qur’an Bagi Perempuan
Diantara kelompok manusia yang menjadi sasaran revolusi islam adalah perempuan. Perempuan menjadi kelompok manusia yang paling diuntungkan dengan turunnya Al-Quran selain budak sahaya dan kaum fakir miskin. Di bawah tuntunan Al-Qur’an, Nabi Muhammad, SAW. melakukan perubahan revolusioner dan mendasar terhadap posisi dan status perempuan dalam masyarakat Arab jahiliyah. Al-Qur’an menetapkan hak waris bagi perempuan di saat masyarakat memposisikan mereka hanya sebagai objek atau bagian dari komoditas yang diwariskan. Al-Qur’an menetapkan kepemilikan mahar sebagai hak penuh perempuan dalam perkawinan pada saat masyarakat memandangnya sebagai hak monopoli orangtua atau wali. Al-Qur’an melakukan koreksi total terhadap praktik poligami yang biadab dan sudah mentradisi dengan mencontohkan perkawinan monogami bersama Khadijah, istri tercinta. Al-Qur’an melalui nabi Muhammad saw mengajarkan keharusan merayakan kelahiran bayi perempuan di tengah tradisi Arab yang memandang aib kelahiran bayi perempuan.
Al-Qur’an mempromosikan posisi ibu yang sangat tinggi, sebagai orang yang telah mengandungnya dalam keadaan payah dan sangat kepayahan, bahkan dikuatkan dengan hadist yang mengangkat derajat ibu lebih tinggi tiga kali dari ayah pada saat masyarakat memandang ibu tak ubahnya mesin produksi. Al-Qur’an menempatkan istri sebagai mitra sejajar suami di saat masyarakat memandangnya sebagai pelayan dan objek seksual belaka. Al-Quran menuntun Rasul mengubah posisi dan status perempuan secara revolusioner. Mengubah posisi dan status perempuan dari objek yang dihinakan dan dilecehkan menjadi subjek yang dihormati dan diindahkan. Mengubah posisi perempuan yang subordinat, marginal, dan inferior menjadi setara dan sederajat dengan laki-laki. Rasul memproklamasikan keutuhan kemanusiaan perempuan setara dengan laki-laki. Keduanya sama-sama makhluk, sama-sama manusia, sama-sama berpotensi menjadi khalifah fi al-ardh (pengelola kehidupan di bumi), dan juga sama-sama berpotensi menjadi fasad fi al-¬ardh (perusak di muka bumi). Nilai kemanusiaan laki-laki dan perempuan sama, tidak ada perbedaan sedikit pun. Tidak ada yang membedakan di antara manusia kecuali prestasi takwa¬nya (QS Al-Hujurat: 13).
Inilah hikmah besar nuzulul Qur’an bagi perempuan. Al-Qur’an telah meletakan sendi-sendi peradaban yang agung, untuk mencapai Khoiru ummah yang akan membawa masyarakat pada baldatun thoyyibun wa rabbun ghofur. Sendi-sendi peradaban yang didasarkan pada kemanusiaan yang sejati akan rapuh jika dibangun dalam pondasi patriarkhi yang tidak memandang keberadaan perempuan dan menempatkan perempuan bukan sebagai subyek tetapi sebagai subyek. Maka, inilah pondasi besar yang diletakkan al-Qur’an bagi peradaban manusia, yaitu memanusiakan manusia, tanpa memandang suku, bangsa dan bahkan jenis kelamin. Karena disitulah sejatinya peradaban manusia berhidmat.
Umnia labibah
(Anggota Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga/PRK MUI Banyumas)
Kamis, 29 April 2021