KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DAN PENGUATAN OTONOMI DESA

Kabupaten Banyumas

KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DAN PENGUATAN OTONOMI DESA ( Studi Kasus tentang Kebijakan Penentuan Besaran Alokasi Dana Desa di Kabupaten Banyumas )

 

Drs. Joeliono

Widyaiswara Pada Kantor Diklat Kabupaten Banyumas

 

 Abstrak

Desa   sebagai unit organisasi  pemerintah yang berhadapan langsung   dengan  masyarakat  dengan  segala  latar  belakang kepentingan   dan   kebutuhannya  mempunyai   peranan   yang sangat strategis, khususnya dalam pelaksanaan tugas di bidang pelayanan publik. Maka desentralisasi  kewenangan-kewenangan yang  lebih  besar  disertai  dengan   pembiayaan  dan   bantuan sarana-prasarana yang memadai mutlak diperlukan guna penguatan otonomi desa menuju kemandirian desa. Alokasi Dana Desa  (ADD)

 

Kata Kunci :ADD, ADDM, ADDP, Desentralisasi, Otonomi Desa, Kemandirian Desa

 

Didalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah diamanatkan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat ditempuh melalui 3 (tiga) jalur, meliputi : Peningkatan Pelayanan Publik, Peningkatan Peran serta dan pemberdayaan masyarakat dan Peningkatan daya saing daerah, sehingga untuk mengemban misi dimaksud desa memiliki kedudukan dan peranan  yang strategis sebagai Unit organisasi pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat dengan segala latar belakang kebutuhan dan kepentingannya, sehingga kepada Pemerintah Desa perlu diberikan kewenangan yang memadai untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri menuju terwujudnya “ Kemandirian Desa “. Konsep kemandirian dalam konteks pembangunan pedesaan bukan hanya dilihat dari aspek kemauan dan kemampuan rakyat pedesaan untuk menggali dana dan potensinya sendiri dalam membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat desa sendiri.

 

Loekman Soetrisno dalam tulisannya yang berjudul  Negara dan Peranannya dalam Menciptakan Pembangunan Desa yang     Mandiri  (1988) mengisyaratkan bahwa : “ Dalam konteks pembangunan pedesaan di Indonesia konsep mandiri mempunyai arti lebih luas dari pada sekedar  perimbangan tanggung jawab pembiayaan pembangunan. Konsep mandiri berarti perubahan kekuatan antara masyarakat pedesaan dan negara dalam menentukan arah dan tujuan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat “. Selanjutnya oleh Loekman Soetrisno lebih diperjelas lagi bahwa : “ Suatu pembangunan dikatakan berhasil tidak hanya apabila pembangunan itu menaikkan taraf hidup masyarakat, tetapi juga harus diukur dengan sejauh mana pembangunan itu dapat menimbulkan kemauan dan kemampuan dari suatu masyarakat untuk mandiri, dalam arti kemauan masyarakat itu untuk menciptakan pembangunan dan melestarikan serta mengembangkan hasil-hasil pembangunan, baik yang berasal dari usaha mereka sendiri maupun yang berasal dari prakarsa yang datang dari luar masyarakat“.

          

Sejalan dengan semangat untuk mewujudkan kemandirian desa, maka sejak diberlakukannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti dengan Undang Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menunjukkan semakin kuatnya komitmen dan pengakuan  pemerintah untuk memberikan otonomi kepada desa dengan memberikan kewenangan untuk membuat kebijakan-kebijakan tentang desa, terutama dalam memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya sendiri.

           

Harus disadari bersama bahwa disatu sisi pemerintah, terutama pada dewasa ini dihadapkan kepada keterbatasan-keterbatasan kemampuan terutama dana untuk dapat memberikan bantuan dan dukungan  secara layak kepada desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa, karena didalam kenyataannya pemerintah desa juga dihadapkan pada keterbatasan sumberdaya untuk dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri. Di sisi yang yang lain upaya untuk menempatkan desa sebagai subyek dan bukan sebagai obyek pembangunan harus diupayakan untuk menghindari terulangnya pengalaman buruk masa lalu

            

Pemberian bantuan berupa Inpres Bantuan Desa yang dikucurkan sejak awal tahun 1970-an pada dasarnya dimaksudkan sebagai      “ perangsang “ atau stimulan untuk meningkatkan swadaya dan gotong royong masyarakat rupanya belum memberikan dampak yang diharapkan, karena oleh sebagian desa, tertutama desa yang kurang mampu justru Subsidi / Bantuan Desa dianggap sebagai  “ modal pokok “ yang kurang memberikan dampak positif, terutama dalam mewujudkan pemerataan pertumbuhan antara desa. Namun dengan  dihapuskannya Inpres Bantuan Desa mengakibatkan desa merasa kehilangan salah satu sumber daya keuangan yang sebelumnya dapat  membantu penyelenggaraan pembangunan di desa, sehingga menjadi salah satu pendorong munculnya gagasan untuk memberikan bantuan dana kepada desa melalui konsep Alokasi Dana Desa (ADD).

           

Kebijakan pengaturan dan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) termasuk rumusan besaran yang diserahkan kepada masing-masing Desa yang dananya bersumber dari Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah serta Bagian Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah mengacu pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 22 Maret 2005 Nomor : 140/640/SJ perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa, yang kemudian pertama kali ditindaklanjuti   dengan   Peraturan  Bupati  Banyumas   Nomor 196 Tahun 2005 tentang Pedoman Umum Pengaturan Kebijakan Dan Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Banyumas  dan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor : 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa .

           

Pemberian kewenangan untuk menyusun kebijakan di tingkat pemerintah Kabupaten/Kota tersebut tidak berarti sebagai suatu intervensi yang terlalu jauh terhadap kewenangan yang telah diberikan kepada desa, tetapi semata-mata dimaksudkan sebagai suatu upaya agar pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dapat berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan arahan diberikannya dana tersebut. Namun tidak kalah pentingnya upaya untuk selalu meningkatkan kemampuan   aparat   pemerintah   desa   dalam pengelolaan   atau penatausahaan keuangan desa, baik dalam perencanaan, pelaksanan dan pertanggungan jawab anggaran.

          

Kabupaten Banyumas sejak tahun 2006 merupakan merupakan termasuk salah satu Kabupaten yang paling awal melaksanakan pemberian Alokasi Dana Desa berlandaskan pada Peraturan Bupati Banyumas Nomor 196 Tahun 2005 tentang Pedoman Umum Pengaturan Kebijakan Dan Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Banyumas  , kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati Banyumas Nomor 141/04/2006 tentang Penetapan Besaran Alokasi Dana Desa Yang Berasal dari Dana Perimbangan Untuk Masing-Masing Desa Dalam Wilayah Kabupaten Banyumas dan Keputusan Bupati Banyumas Nomor 140/565/2006 tentang Penetapan Besaran Alokasi Dana Desa Yang Berasal dari Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Untuk Masing-Masing Desa Dalam Wilayah Kabupaten Banyumas. Penentuan besaran Alokasi Dana Desa (ADD) untuk masing-masing desa sesuai dengan Keputusan Bupati tersebut dilandasi dengan Prinsip atau Azas “ Adil dan Merata “ dengan harapan agar dapat memacu pemerataan petumbuhan antar desa.

         

Seiring dengan berjalannya waktu sampai dengan Tahun 2011 penentuan besaran ADD untuk masing-masing desa pada setiap tahunnya di Kabupaten Banyumas yang dituangkan dalam Keputusan Bupati Banyumas selain dilandasi dengan Azas Adil dan Merata,  mestinya juga  harus  dilandasi dengan  Azas   “ Dinamis (Berkesinambungan) “, artinya penentuan besaran ADD untuk masing-masing desa dengan berpedoman pada Formula Penentuan Besaran ADD pada setiap tahunnya seharusnya selalu mengikuti perubahan (dinamis), baik disebabkan karena perubahan besaran sumber dananya (Dana Perimbangan, Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) maupun perubahan “ Nilai Bobot Desa “ sebagai akibat perubahan data pada setiap variabel yang digunakan untuk menentukan besaran ADD bagi masing-masing desa di Kabupaten Banyumas. Tetapi didalam kenyataannya besaran ADD untuk masing-masing desa menunjukkan angka yang tetap atau tidak mengalami perubahan setiap tahunnya.

 

Walaupun upaya untuk mewujudkan Kebijakan penentuan besaran ADD untuk masing-masing desa secara berkesinambungan (dinamis) dapat membawa konsekuensi turunnya pagu ADD di masing-masing desa karena semakin menurunnya bagian Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah sebagai akibat kenaikan belanja untuk Gaji Pegawai yang tidak dibarengi dengan kenaikan DAU secara proporsional.

 

Oleh sebab itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang evaluasi terhadap   kebijakan penentuan besaran Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Banyumas. dan mencoba untuk mencari cara pemecahannya.  Dengan melihat latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut  : Bagaimana mewujudkan kebijakan penentuan besaran  Alokasi Dana Desa (ADD) setiap tahunnya di Kabupaten Banyumas secara Adil, Merata dan Berkesinambungan  (Dinamis).

 

Otonomi Desa sebagai konsekuensi dari Azas Desentralisasi didalam proses penyelenggaraannya tidak akan terlepas dari pembiayaan, penyediaan sarana dan prasarana dan kualitas SDM Aparatur agar otonomi desa dapat berjalan dengan baik. Pada hakekatnya dengan otonomi yang diberikan kepada desa diharapkan akan dapat mewujudkan    “ kemandirian “ . Sri Edi Swasono (1988) berpendapat    bahwa : “ Kemandirian  tidak lain adalah kewaspadaan yang dicapai melalui otoaktivitas, swakarsa, kreativitas dan kesadaran menolong diri sendiri, serta menolak ketergantungan “.

 

Dalam Buku Napak Tilas Penyelenggaraan Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Rangka Otonomi Desa dikatakan bahwa : “ Maka pada tataran teknis administratif peranan Pemerintah Daerah Kabupaten sangat strategis sebagai instrumen dalam memperlancar program pembangunan dan tugas-tugas pemerintahan, terutama dalam menjalankan fungsi pelayanan publik . Sedangkan dalam tataran politis, pemerintah daerah adalah suatu kesatuan politik yang otonom yang berperan dalam peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan “

 

Dari uraian tersebut diatas maka peranan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mewujudkan otonomi desa sangat strategis, baik otonomi asli yang berasal dari asal-usul desa sendiri maupun otonomi yang diperoleh sebagai konsekuensi dari azas desentralisasi.  Undang Undang Nomor 32 tahun 2004, khususnya Pasal 12 ayat (1) menekankan bahwa : urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah harus disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

 

Sadu Wasistiono (2002) menegaskan bahwa :  “ Pengakuan secara yuridis terhadap kewenangan Desa tidak akan banyak artinya apabila tidak didukung dengan pemberian sumber-sumber pembiayaan serta upaya pemberdayaan secara konseptual dan berkesinambungan. Sebab pada dasarnya pembiayaan akan mengikuti fungsi-fungsi yang dijalankan  (money follows function) “.

 

Maka pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya dalam rangka terwujudnya pertumbuan dan perkembangan antar Desa secara merata, Untuk itu harus dapat dibangun suatu kebijakan pengelolaan dan penentuan besaran Alokasi Dana Desa dalam rangka penguatan pelaksanaan otonomi desa.

 

Proses    penyusunan  kebijakan   tentang   Alokasi   Dana  Desa  (ADD) sepenuhnya diprakarsai oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas bersama DPRD dengan melibatkan para Stakeholders, antara lain Wakil dari Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan Desa, LSM maupun Perguruan Tinggi. Untuk itu di Kabupaten Banyumas dibentuk Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten dengan Keputusan Bupati Banyumas, terdiri dari unsur keuangan daerah, perencanaan, pemberdayaan masyarakat, penyelenggara pemerintah desa, pendidikan, kesehatan, LSM maupun Perguruan Tinggi diketuai oleh Asisten Sekretaris Daerah yang membidangi pemerintahan. Tugas Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten antara lain menyusun konsep kebijakan penentuan besaran Alokasi Dana Desa untuk masing-masing desa sebelum dituangkan dalam Keputusan Bupati Banyumas tentang Penetapan Besaran Alokasi Dana Desa Yang Berasal Dari Dana Perimbangan Yang diterima Kabupaten, bagi Hasil Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Untuk Masing-Masing Desa Dalam Wilayah Kabupaten Banyumas, yang penetapannya dilakukan pada setiap tahun anggaran.

 

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa dalam penyusunan dan perumusan kebijakan Alokasi Dana Desa Pemerintah Kabupaten Banyumas telah berupaya untuk melibatkan para stakeholders, dengan harapan kebijakan yang diambil semaksimal mungkin dapat diterima dan memenuhi kepentingan semua pihak, khususnya yang mempunyai kepentingan untuk terwujudnya otonomi desa.

 

Penentuan besaran  Alokasi Dana Desa (ADD)   untuk masing-masing desa secara rinci pada awalnya berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor : 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa dan Peraturan Bupati Banyumas Nomor 196 Tahun 2005 tentang Pedoman Umum Pengaturan Kebijakan Dan Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Banyumas  .sebagai pelaksanaan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten / Kota kepada Pemerintah Desa. Penentuan besaran dimaksud tidak  dapat  dipisahkan  dari tujuan dan maksud  yang ingin dicapai,  yaitu  untuk  menciptakan pemerataan. Pemerataan dalam pengertian ini mencakup dua aspek yaitu pemerataan penyediaan fasilitas publik yang mendasar bagi setiap penduduk dan pemerataan pendapatan. Kedua aspek pemerataan ini harus dipertimbangkan secara bersamaan, karena kedua aspek tidak dapat dengan serta merta diterapkan pada setiap penduduk desa di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas. Sementara itu indikator dari pemerataan pendapatan adalah jumlah penduduk miskin yang terdapat di desa, dengan pertimbangan pada umumnya data tentang pendapatan penduduk desa tidak tersedia. Seandainya tersedia masih perlu di chek ulang validitas dan ke up to date nya. Oleh karena itu jumlah penduduk miskin juga digunakan sebagai determinan untuk penentuan besaran ADD untuk desa. Selain dari pada itu data tentang potensi desa juga menjadi salah satu penentu, walaupun sebenarnya karena sifatnya potensial sehingga masih perlu dipertimbangkan juga kemungkinan peluang, kemampuan dan kemauan masyarakat desa yang bersangkutan untuk menggalinya.

 

Dalam menyusun Formula (Rumus) penentuan besaran ADD untuk masing-masing desa disamping harus memperhatikan tujuan dan indikatornya dan memenuhi kriteria tertentu, maka harus dipertimbangkan pula rumusan tersebut juga mudah diaplikasikan dan tidak bertentangan dengan tujuan pembangunan desa yang ingin dicapai, maka dalam menyusun formula (rumus) ADD harus memenuhi beberapa kaidah-kaidah, yaitu  : mendorong semangat desentralisasi, adil dan transparan, sederhana, pasti, , dan memberikan stimulan bagi desa penerima.

 

Kaidah diatas menghendaki bahwa ADD harus menggambarkan semangat desentralisasi, tidak deskriptif, transparan, sederhana dan mendorong kemajuan desa penerima.  Agar  penentuan besaran Alokasi Dana Desa (ADD) untuk masing-masing desa lebih merata, adil dan dinamis, maka selain menggunakan variabel sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa perlu diikutsertakan variabel Insentif Desa dan Ketersediaan Fasilitas Publik di desa.

 

Variabel Insentif Desa ditentukan oleh perbandingan (persentase) antara Realisasi dan Target Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun sebelumnya. Semakin tinggi target PBB disuatu desa dan realisasinya, maka besaran ADD nya akan semakin besar. Variabel ini juga dapat dapat memberikan pengaruh ganda, yakni dalam rangka memotivasi desa untuk lebih meningkatkan target dan ralisasi PBB setiap tahunnya, sehingga pada gilirannya akan memacu tumbuhnya semangat kemandirian desa sebagai tujuan akhir dari otonomi desa. Variabel Ketersediaan Fasilitas  Publik, ditentukan oleh jumlah fasilitas publik yang terdapat di setiap desa untuk menentukan transfer atau besaran ADD, seperti Sekolah. Pos Yandu, sarana dan prasarana perhubungan. Variabel ini mengindikasikan semakin lengkap fasilitas publik di desa berarti kondisi desa itu lebih mapan dan mandiri, sehingga jumlah ADD akan lebih kecil dibanding desa yang fasilitas publik nya masih terbatas. Penulis melihat variabel ini berkaitan erat dengan faktor jumlah penduduk dan luas wilayah serta tingkat keterjangkauan , maksudnya jumlah penduduk  dan luas wilayah akan menentukan kuantitas ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan, sedangkan tingkat keterjangkauan akan memberi gambaran sampai sejauh mana akses penduduk terhadap layanan publik di desa.  Penggunaan variabel ini sejalan dengan paparan dimuka bahwa ketersediaan fasilitas publik merupakan salah satu indikator dari pemerataan.

 

Penentuan besaran ADD untuk masing-masing desa agar dapat memenuhi “ azas dinamis “, disamping sangat ditentukan oleh plafond atau besaran Total ADD Kabupaten, juga oleh data yang digunakan pada variabel penentu. Sehingga  penyediaan data awal dari desa harus benar-benar valid dan up to date, artinya Kepala Desa harus dapat menyajikan data yang sesuai dengan kondisi nyata dan terkini di desa. Sebagai konsekuensi Desa Katagori Kurang Mampu dan Desa Janggolan akan dapat memperoleh transfer ADD yang lebih besar daripada Desa Katagori Mampu.

 

Pengalaman selama ini menunjukkan, bahwa masih sering terjadi desa dalam menyajikan data kurang akurat karena mutasi atau perubahan data yang tidak dikelola dengan baik, sehingga pada saat data dibutuhkan timbul kerancuan, contoh : data jumlah penduduk, data kemiskinan dan yang sering tidak pasti.

 

Dari paparan diatas maka dapat diambil beberapa simpulan, yakni  :

 

Pertama, bahwa penguatan pelaksanaan otonomi Desa dan pemberian kewenangan yang lebih besar kepada desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tidak akan bermakna manakala tidak dibarengi dengan dukungan sumber pendanaannya. Maka kebijakan pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat.

 

Kedua, kebijakan pemberian dan  penentuan besaran Alokasi  Dana   Desa (ADD)   di Kabupaten Banyumas telah dilaksanakan sejak tahun 2006, sudah adil dan merata tetapi tidak mencerminkan azas dinamis, karena besaran Total ADD Kabupaten dan besaran ADD yang diterima oleh masing-masing desa khususnya sejak tahun 2008 sampai dengan 2011 relatip tetap dan tidak ada perubahan (dinamis), walaupun sumber dana ADD dari dana perimbangan semakin menurun jumlahnya. Selain itu juga tidak dipertimbangkan perubahan data pada setiap variabel penentu setiap tahunnya. Disatu sisi kondisi ini mencerminkan komitmen dari Bupati Banyumas untuk secara konsisten memperkuat pelaksanaan otonomi desa dengan mengambil kebijakan lokal untuk tetap mempertahankan besaran Total ADD Kabupaten dan penentuan “ pagu * untuk setiap desa dalam posisi relatif tetap setiap tahunnya, tetapi di sisi yang lain kondisi ini akan membebani Belanja lainnya pada APBD Kabupaten Banyumas.

 

Maka  agar kebijakan penentuan besaran ADD masing-masing desa dilakukan memenuhi azas dinamis, maka perlu dilakukan perhitungan setiap tahun anggaran  dengan menggunakan formula (rumus) yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa dan Peraturan Bupati Banyumas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pengaturan Kebijakan Dan Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Banyumas oleh Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten, dengan melibatkan para stakeholders setelah gambaran total besaran ADD Kabupaten dapat diketahui dengan menggunakan formula (rumus) yang telah ada dan Variabel penentu yang digunakan untuk menentukan besaran ADD agar ditambah dengan variabel Insentif Desa dan variabel Ketersediaan Fasilitas Publik. Selain dari pada itu khusus variabel kemiskinan agar dilakukan koordinasi antara instansi terkait, karena terdapat beberapa variabel kemiskinan yang kemungkinan berbeda indikatornya, selama ini menggunakan data jumlah Keluarga Pra Sejahtera (KPS) dan Keluarga Sejahtera 1  (KS 1), sedangkan BPS juga memiliki data kemiskinan yang kemungkinan indikatornya berbeda, guna memperoleh data kemiskinan sesuai dengan kondisi riil di masyarakat.

 

Agar pembagiannya lebih proporsional, maka setiap tahun anggaran perlu   dilakukan   simulasi    untuk  mencari perbandingan yang ideal pembagian antara  ADDM dan ADDP  sesuai dengan dinamika perkembangan  dan kebutuhan desa.

 

 DAFTAR PUSTAKA

 

1.  Buku

 

Handoko,     Hani, T.  1995.    Manajemen.   Edisi     2.     Cetakan Kesembilan. BPFE. Yogyakarta,

 

Mustopadidjaja. AR. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi Kinerja. Cetakan Pertama. Perum Percetakan Negara RI. Jakarta.

 

Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Dalam Perspektif Rancangan Peneltian. Cetakan I. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.

 

Wasistiono, Sadu. 2002. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah Cetakan Kedua.C.V. Fokusmedia. Bandung.

 

-----------------------,  Napak Tilas Penyelenggaraan Alokasi Dana Desa ( ADD ) Dalam Rangka Otonomi Asli Desa. Departemen Dalam Negeri. Jakarta.

 

---------------------,  Kajian Kebijakan Publik, Bahan Ajar Diklatpim Tingkat II Lembaga Administrasi Negara RI, 2007

 

 

2. Artikel

 

Loekman, Soetrisno. 1988. Negara dan Peranannya dalam Menciptakan Pembangunan Desa yang Mandiri. dalam Majalah Prisma No.1. LP3ES. Jakarta.

 

Sri, Edi, Swasono, 1988.  Top- Down dan Bottom-Up yang Harmonis : Kunci  Kemandirian  Wilayah.  dalam Majalah Prisma No.1. LP3ES. Jakarta.

 

3.  Peraturan Perundang-undangan


Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Bandung, Penerbit CITRA UMBARA, 2001

         

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. www.bappenas.go.id

          

Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tetang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.  www.djpk.depkeu.go.id

          

Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa

          

Peraturan Bupati Banyumas Nomor 196 Tahun 2005 tentang Pedoman Umum Pengaturan Kebijakan dan Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Banyumas

         

Keputusan Bupati Banyumas Nomor 141 / 04 / 2006 tentang Penetapan Besaran Alokasi Dana Desa Yang Berasal Dari Dana Perimbangan Untuk Masing-Masing Desa Dalam Wilayah Kabupaten Banyumas

           

Keputusan Bupati Banyumas Nomor 140 / 565 / 2006 tentang Penetapan Besaran Alokasi Dana Desa Yang Berasal Dari Bagi Hasil Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Untuk Masing-Masing Desa Dalam Wilayah Kabupaten Banyumas

         

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140 / 640 / SJ tgl. 22 Maret 2005 perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Daerah

 


03 09 2013 11:45:5